TUGAS
MODEL DAN PENDEKATAN KURIKULUM
(Pendekatan Sebjek Akademis,
Pendekatan Humanitis, Pendekatan Teknologis Dan Pendekatan Rekontruksi Sosial)
DI SUSUN OLEH:
MELDA SYAHPUTRY
FAKULTAS TARBIYAH/PAI
V.B
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SULTAN QAIMUDDIN KENDARI
2015
BAB I
PENDAHULUAN
ABSTRAK
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang
terhadap suatu proses tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan
tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Sedangkan Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan yang mengenai tujuan, isi dan bahan
pelajaran serta cara-cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Perkembangan kurikulum sebagai suatu
disiplin ilmu dewasa ini berkembang sangat pesat, baik secara teoritis maupun
praktis. Jika dahulu kurikulum tradisional lebih banyak terfokus pada mata
pelajaran dengan sistem penyampaian penuaangan, maka sekarang melalui beberapa
pendekatan kurikulum lebih banyak diorientasikan pada dimensi-dimensi baru,
seperti kecakapan hidup, pengembangan diri, pembangunan ekonomi dan industri,
era globalisaasi dengan berbagai permasalahannya, politik, bahkan dalam praktiknya
telah menyentuh dimensi teknologi terutama teknologi informasi dan komunikasi.
Kurikulum adalah seperangkat alat untuk dapat mencapai tujuan pendidikan,
oleh karena itu harus dikembangkan dengan beberapa pendekatan, diantaranya
adalah pendekatan subyek akademik, pendekatan humanistik, pendekatan teknologi
dan pendekatan rekonstruksi sosial.
Disiplin ilmu kurikulum harus
membuka diri terhadap kekuatan-kekuatan eksternal yang dapat mempengaruhi dan
menentukan arah dan intensitas proses pengembangan kurikulum. kurikulum
sebagai teknologi, kurikulum sebagai aktualisasi diri, kurikulum sebagai
rekonstruksi sosial, dan kurikulum rasionalisasi akademis
Melalui tulisan ini, kami merumuskan
macam-macam model dan pendekatan kurikulum. Mengenai pendekatan kurikulum, kami menyebutnya menjadi empat jenis yaitu Pendekatan subjek akademis,
Pendekatan humanistik, Pendekatan teknologis,dan Pendekatan rekontruksi
social.
KATA KUNCI
- Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu.
- Kurikulum adalah seperangkat alat untuk dapat mencapai tujuan pendidikan, oleh karena itu harus dikembangkan dengan beberapa pendekatan, diantaranya adalah pendekatan subyek akademik, pendekatan humanistik, pendekatan teknologi dan pendekatan rekonstruksi sosial.
- Pendekatan subjek akademik adalah pendekatan yang diharapkan agar peserta didik dapat menguasai semua pengetahuan yang ada di kurikulum tersebut. Karena kurikulum sangat mengutamakan pengetahuan, maka pendidikan lebih bersifat intelektual. Nama-nama mata pelajaran yang menjadi isi kurikulum hampir sama dengan nama disiplin ilmu lainnya.
- Pendekatan humanistik adalah Pendidikan humanistik menganggap materi pendidikan lebih merupakan sarana, yakni sarana untuk membentuk pematangan humanisasi peserta didik, baik secara jasmani maupun rohani. Dan pendekatan ini memandang manusia sebagai manusia, yaitu sebagai individu yang ingin mengembangkan dirinya.
- Pendekatan teknologi adalah pendekatan dimana kurikulum harus dapat menyesuaikan dengan era globalisasi sekarang ini, yang mana kurikulum yang harus menggunakan media pembelajaran dengan memanfaat teknologi yang ada sekarang ini. Dimana pada pendekatan pengembangan kurikulum ini siswa diharapkan tidak saja belajar dari buku-buku yang ada tetapi juga dapat memanfaatkan
- Pendekatan rekonstruksi sosial adalah dimana kurikulum harus melihat kebutuhan yang ada di dalam masyarakat tersebut, kurikulum ini harus memperhatikan lingkungan sosial masyarakat disekitarnya untuk mengetahui hal-hal apa yang dapat dikembangkan dalam masyarakat tersebut. Sehingga hasil akhir dari ilmu yang dicapai dapat digunakan dalam masyarakat tersebut.
- Pendekatan Accountability atau pertanggungjawaban lembaga pendidikan tentang pelaksanaan tugasnya kepada masyarakat, akhir-akhir ini tampil sebagai pengaruh yang penting dalam dunia pendidikan.
- Pendekatan Pembangunan Nasional tujuan pendidikan ini adalah mempersiapkan tenaga kerja yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Para pengembang kurikulum bertugas untuk mendisain program yang sesuai dengan analisis jabatan yang akan diduduki.
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam mengembangan kurikulum maka diperlukan pendekatan-pendekatan sehingga
kurikulum itu dapat sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan. Yang
dimaksud dengan pendekatan adalah cara kerja dengan menerapkan strategi dan
metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistematis
agar memperoleh kurikulum yang lebih baik.
Pengembangan kurikulum mempunyai makna yang cukup luas. Menurut sukmadinata
(2000:1), pengembangan kurikulum bisa berarti penyusun kurikulum yang sama
sekali baru (curriculum construction), bisa juga menyempurnakan kurikulum yang
telah ada (curuculum improvement). Selanjutnya beliau juga menjelaskan, pada
satu sisi pengembangan kurikulum berarti menyusun seluruh perangkat kurikulum
mulai dari dasar-dasar kurikulum, struktur dan sebaran mata pelajaran,
garis-garis besar program pengajaran, sampai dengan pedoman-pedoman pelaksanaan
(macro curriculum). Pada sisi lainnya berkenaan dengan penjabaran kurikulum
yang telah disusun oleh tim pusat menjadi rencana dan persiapan-persiapan
mengajar yang lebih khusus, yang dikerjakan oleh guru-guru di sekolah, seperti
penyusunan rencana tahunan, semester, satuan pelajaran, dan lain-lain (micro
curriculum). Yang dimaksud pengembangan kurikulum dalam bahasan ini mencakup
keduanya, tergantung pada konteks pendekatan dan model pengembangan kurikulum
itu sendiri.
Pendekatan, lebih
menekankan pada usaha dan penerapan langkah-langkah atau cara kerja dengan
menerapkan suatu strategi dan beberapa metode yang tepat, yang dijalankan
sesuai dengan langkah-langkah yang sistematik untuk memperoleh hasil kerja yang
lebih baik. Kurikulum merupakan suatu perangkat pernyataan yang memberikan makna
terhadap kurikulum sekolah, makna tersebut terjadi karena adanya penegasan
hubungan antara unsur-unsur kurikulum, karena adanya petunjuk perkembangan,
penggunaan dan evaluasi kurikulum. Caswell mengartikan pengembangan
kurikulum sebagai alat untuk membantu guru dalam melakukan tugas mengerjakan
bahan, menarik minat murid dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Jadi pendekatan
pengembangan kurikulum adalah cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode
yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistematis untuk
menghasilkan kurikulum yang lebih baik.
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang
terhadap suatu proses tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan
tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Dengan
demikian, pendekatan pengembangan kurikulum menunjuk pada titik tolak atau
sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan kurikulum.
Pendekatan-pendekatan yang digunakan, yakni:
1.
Pendekatan Subjek Akademik
Pada pendekatan subjek akademik menggunakan bidang studi atau mata
pelajaran sebagai dasar organisasi kurikulum, misalnya matematika, sains,
sejarah, geografi, atau IPA, IPS, dan sebagainya seperti yang lazim didapati
dalam system pendidikan sekarang ini disemua sekolah dan perguruan tinggi.[1]
Hal yang diutamakan dalam
pendekatan ini adalah penguasaan bahan dan proses dalam disiplin ilmu tertentu.
Karena setiap ilmu pengetahuan memiliki sistematisasi tertentu dan berbeda
dengan sistematisasi ilmu lainnya. Pengembagan kurikulum subyek akademik
dilakukan dengan cara menetapkan terlebih dahulu mata pelajaran apa yang harus
dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk (persiapan) pengembangan
disiplin ilmu.
Dari pendekatan subjek akademik ini diharapkan agar peserta didik dapat
menguasai semua pengetahuan yang ada di kurikulum tersebut. Karena kurikulum
sangat mengutamakan pengetahuan maka pendidikan lebih bersifat intelektual.
Kurikulum subjek akademik tidak berarti hanya menekankan pada materi yang disampaikan,
dalam perkembangannya secara berangsur-angsur memperhatikan proses belajar yang
dilakukan siswa. Proses belajar yang dipilih sangat bergantung pada hal apa
yang terpenting dalam materi tersebut.
Sekurang-kurang ada tiga pendekatan dalam perkembangan Kurikulum Subjek
Akademis:[2]
Pendekatan pertama, melanjutkan pendekatan struktur pengetahuan. Murid-murid belajar bagaimana
memperoleh dan menguji fakta-fakta dan bukan sekadar mengingat-ingatnya.
Pendekatan kedua, adalah studi yang bersifat integrative. Pendekatan ini merupakan respons
terhadap perkembangan masyarakat yang menuntut model-model pengetahuan yang
lebih komprehensif-terpadu. Pelajaran tersusun atas satuan-satuan pelajaran,
dalam satuan-satuan pelajaran tersebut batas-batas ilmu menjadi hilang.
Pengorganisasian tema-tema pengajaran didasarkan atas fenomena-fenomena alam,
proses kerja ilmiah dan problema-problema yang ada.
Pendekatan ketiga, adalah pendekatan yang dilaksanakan pada sekolah-sekolah fundamentalis.
Mereka tetap mengajar berdasarkan mata-mata pelajaran dengan menekankan
membaca, menulis, dan memecahkan masalah-masalah matematis. Pelajaran-pelajaran
lain seperti ilmu kealaman, ilmu sosial, dan lain-lain dipelajari tanpa
dihubungkan dengan kebutuhan praktis pemecehan masalah dalam kehidupan.
Dalam pendekatan pengembangan kurikulum ini mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:[3]
1. Tujuan
Tujuan kurikulum subjek akademik adalah pemberian pengetahuan yang solid
serta melatih para siswa menggunakan ide-ide dan proses “penelitian”. Para
siswa harus belajar mengunakan pemikiran dan dapat mengontrol
dorongan-dorongannya, sehingga diharapkan siswa mempunyai konsep dan cara yang
terus dapat dikembangkan di masyarakat yang lebih luas.
2. Metode
Metode yang banyak digunakan dalam pendekata subjek akademik adalah
pendekatan metode ekspositori dan inkuiri. Ide-ide diberikan guru kemudian
dielaborasi (dilaksanakan) siswa sampai mereka kuasai.Dalam materi disiplin
ilmu yang diperoleh, dicari berbagai masalah penting, kemudian dirumuskan dan
dicari cara pemecahannya.
3. Organisasi isi
Ada beberapa pola organisasi isi (materi pelajaran) kurikulum subyek
akademik. Pola-pola organisasi yang terpenting di antaranya:
- Correlated curriculum, adalah pola organisasi materi atau konsep yang dipelajari dalam suatu pelajari dalam suatu pelajaran dikorelasikan dengan pelajaran lainnya.
- Unified atau Concentrated, adalah pola organisasi bahan pelajaran tersusun dalam tema-tema pelajaran tertentu, yang mencakup materi dari berbagai pelajaran disiplin ilmu.
- Intregrated curriculum, kalau dalam unified masih tampak warna displin ilmunya, maka dalam pola yang integrated warna disiplin ilmu tersebut sudah tidak kelihatan lagi. Bahan ajar diintegrasikan dalam suatu persoalan, kegiatan atau segi kehidupan tertentu.
- Problem Solving curriculum, adalah pola organisasi isi yang beriisi topic pemecahan masalah social yang dihadapi dalam kehidupan dengan menggunakan pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh dari berbagai mata pelajaran atau disiplin ilmu.
- Evaluasi
Kurikulum subjek akademik menggunakan bentuk evaluasi yang bervariasi
disesuaikan dengan tujuan dan sifat mata pelajaran. Dalam bidang studi
humaniora lebih banyak digunakan bentuk uraian (essay test) dari tes objektif.
Karena bidang studi ini membutuhkan jawaban yang merefleksikan logika,
koherensi, dan integrasi secara menyeluruh.
a. Konsep Kurikulum Subjek
Akademis (Rasionalisasi)
Kurikulum rasionalisasi atau subjek akademik berisi tentang pengetahuan.
Pengetahuan merupakan warisan budaya pada masa lampau dan akan tetap diwariskan
kepada generasi yang akan datang. Pengetahuan tersebut berisi sejumlah mata
pelajaran.
Peserta didik yang berada disekolah harus mempelajari semua mata pelajaran.
Tujuannya adalah agar peserta didik menguasai pengetahuan. Dengan demikian,
pendidikan lebih bersifat pengembang intelektual.
Kurikulum ini lebih menekankan isi (content). Kegiatan belajarnya lebih
banyak diarahkan untuk menguasai isi sebanyak-banyaknya. Isi kurikulum diambil
dari disiplin-disiplin ilmu yang telah direorganisasi sesuai dengan tujuan
pendidikan.
Ditinjau dari kerangka dasar kurikulum, konsep kurikulum subjek akademis
memiliki karakteristik tertentu, antara lain :
a. Tujuan, yaitu mengembangkan kemampuan intelektual anak
melalui penguasaan disiplin ilmu.
b. Isi/materi, yaitu mengambil dari berbagai disiplin
ilmu yang telah disusun oleh para ahli, kemudian direorganisasikan sesuai
kebutuhan pendidikan.
c. Metode, yakni menggunakan metode ekspositori,
inkuiri-diskoveri dan pemecahan masalah.
d. Evaluasi, yaitu menggunakan jenis dan bentuk evaluasi yang
bervariasi, seperti formatif dan sumatif, tes dan nontes.
Konsep kurikulum ini
mendapat kritikan tajam dari berbagai aliran pendidikan lainnya. Kritikan
tersebut sekaligus menunjukan kelemahan dari konsep kurikulum ini, yakni :
a. Konsep kurikulum ini terlalu menonjolkan domain
kognitif akademis sehingga domain afektif, psikomotorik, social, esosional
menjadi terabaikan.
b. Konsep yang dikembangkan belu m tentu sesuai dengan
minat dan kebutuhan anak.
c. Tidak semua peserta idik dapat memahami dan
menggunakan metode ilmiah untuk mempelajari disiplin ilmu.
d. Tidak semua anak akan menjadi ilmuawan profesioal.
e. Guru tidak atau jarang terlibat dalam penelitian
karena tidak menguasai metode ilmiah (scienitific method).
2. Pendekatan Humanistik
Pada pendekatan humanistik berpusat pada siswa, jadi student centered, dan
mengutamakan perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai bagian
integral dari proses belajar. Menurut Somantrie dalam Abdullah Idi, bahwa pada
pendekatan humanistik prioritasnya adalah pengalaman belajar yang diarahkan
terhadap tanggapan minat, kebutuhan dan kemampuan anak.[4]
Permasalahan yang perlu disadari adalah bahwa materi bukanlah tujuan.
Dengan demikian, keberhasilan pendidikan tidak semata-mata diukur dengan
lancarnya proses transmisi nilai-nilai (dalam hal ini materi pelajaran yang
terformat dalam kurikulum), melainkan lebih dari sekadar hal itu. Pendidikan
humanistik menganggap materi pendidikan lebih merupakan sarana, yakni sarana
untuk membentuk pematangan humanisasi peserta didik, jasmani dan ruhani secara
gradual.[5]
Jadi dari hal tersebut dapatlah kita pahami bahwa pada pendekatan humanistik
tujuan dari pendidikan itu bukan hanya pada nilai-nilai yang dapat dicapai
pesera didik tapi lebih kepada pembentukan perubahan pada peserta didik, baik
secara jasmani maupun ruhani. Selanjutnya siswa hendaknya diturut sertakan
dalam penyelenggaraan kelas dan keputusan instruksional. Dan siswa hendaknya
turut serta dalam pembuatan, pelaksanaan, dan pengawasan peraturan sekolah.
Siswa hendaknya diperbolehkan memilih kegiatan belajar, dan siswa boleh
membuktikan hasil belajarnya melalui berbagai macam karya atau kegiatan.
Pendidikan yang humanistik memandang manusia sebagai manusia, yakni makhluk
hidup ciptaan Allah dengan fitrah-fitrah tertentu. Sebagai makhluk hidup, ia
harus melangsungkan, mempertahankan, dan mengembangkan hidupnya. Sebagai
pribadi, manusia juga sebagai makhluk social yang memilki hak-hak sosial dan
harus menunaikan kewajiban-kewajiban sosialnya.
Dalam kurikulum humanistik, guru diharapkan dapat membangun hubungan
emosional yang baik dengan peserta didiknya, untuk perkembangan individu
peserta didik itu selanjutnya. Oleh karena itu, peran guru yang diharapkan
adalah sebagai berikut:[6]
1.
Mendengar pandangan realitas peserta didik secara komprehensif
2.
Menghormati individu peserta didik, dan
3.
Tampil alamiah, otentik, tidak dibuat-buat.
Tugas guru dalam kurikulum humanistik adalah menciptakan situasi yang
permisif dan mendorong peserta didik untuk mencari dan mengembangkan pemecahan
sendiri. Dan tujuan pengajaran adalah memperluas kesadaran diri sendiri dan
mengurangi kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan. Dari sini jelaslah
bahwa pendekatan pengembangan kurikulum humanistik ini mengaharapkan
perkembangan diri siswa sehingga dapat menemukan kepribadiannya yang hidup
ditengah-tengah masyarakat.
Pendekatan pengembangan
kurkulum ini mempunyai beberapa ciri-ciri, yakni:
- Tujuan
Tujuan pendidikannya adalah oroses perkembangan pribadi yang dinamis yang
diarahkan pada pertumbuhan, integritas, dan otonomi kepribadiaan, sikap yang
sehat terhadap diri sendiri, orang lain, dan belajar. Semuanya itu merupakan
bagian dan cita-cita perkembangan manusia yang teraktualisasi (self actualizing
person). Seseorang yang telah mampu mengaktualisasikan diri adalah orang yang
telah mencapai keseimbangan (harmoni) perkembangan seluruh aspek pribadinya
baik aspek kognitif, estetika, maupun moral.
- Metode
Pengembangan kurikulum humanistik menuntut hubungan emosional yang baik
antara guru dan siswa. Karenanya, menuntut kemampuan guru untuk memilih metode
pembelajaran yang dapat menciptakan hubungan yang hangat antara guru dengan
murid, antara murid dengan murid, dapat memberikan dorongan agar saling
percaya. Dalam kegiatan pembelajaran guru tidak boleh memaksakan sesuatu yang
tidak disenangi oleh peserta didik.
- Organisasi Isi
Kurikulum humanistik harus mampu memberikan pengalaman yang menyeluruh,
bukan pengalaman yang terpenggal-penggal. Karenanya peran guru yang diharapkan
adalah sebagai berikut:[7]
- Mendengarkan pandangan realitas peserta didik secara komprehensif
- Menghormati individu peserta didik, dan
- Tampil alamiah, otentik, tidak dibuat-buat.
- Evaluasi
Evaluasi kurikulum humanistik berbeda dengan evaluasi pada umumnya, yang
lebih ditekankan pada hasil akhir atau produk. Sebaliknya, evaluasi kurikulum
humanistik lebih menekankan pada proses yang dilakukan. Kurikulum ini melihat
kegiatan sebagai sebuah manfaat untuk peserta didik masa depan. Kelas yang
baik akan menyediakan berbagai pengalaman untuk mambantu peserta didik
menyadari potensi mereka dan orang lain, serta dapat mengembangkannya.
Pada kurikulum ini, guru diharapkan mengetahui respon peserta didik
terhadap kegiatan mengajar. Guru juga diharapkan mengamati apa yang sudah
dilakukannya, untuk melihat umpan balik setelah kegiatan belajar dilakukan.
Sebagai suatu hal yang alamiah, kurikulum humanistik memilki beberapa
kelemahan, seperti:[8]
- Keterlibatan emosional tidak selamanya berdampak positif bagi perkembangan individual peserta didik
- Meskipun kurikulum ini sangat menekankan individu peserta didik, pada kenyataannya di setiap program terdapat keseragaman peserta didik
- Kurikulum ini kurang memerhatikan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan, dan
- Dalam kurikulum ini, prinsip-prinsip psikologis yang ada kurang terhubungkan.
a. Konsep Kurikulum
Humanistik (Aktualisasi Diri)
Kurikulum ini lebih mengutamakan perkembangan anak sebagai individu dalam
segala aspek kepribadiannya. Anak merupakan satu kesatuan yang utuh. Tujuan
pendidikan adalah untuk membina anak secara utuh, baik fisik, mental,
intelektual, maupun aspek-aspek afektif lainnya, seperti sikap, minat, bakat,
motivasi, emosi, perasaan, dan nilai.
Kurikulum humanistik bersifat child-centered yang menekankan ekspresi diri
secara kreatif, individualitas, dan aktifitas pertumbuhan dari dalam, bebas
paksaan dari luar.
Menurut Mc.Neil ciri-ciri kurikulum humanistic adalah :
a. Partisipasi, artinya peserta didik terlibat secara
aktif merundingkan apa yang akan dipelajari.
b. Integrasi, artinya ada interpenetrasi dan integrasi
antara pikiran, perasaan dan tindakan.
c. Relevansi, artinya terdapat kesesuaian antara materi
pelajaran dan kebutuhan pokok serta kehidupan anak ditinjau daari segi
emosional dan intelektual.
d. Diri anak, merupakan sasaran utama yang harus dipelajari
agar anak dapat mengenal dirinya.
e. Tujuan, yaitu mengembangkan diri anak sebagai suatu
keseluruhan dalam masyarakat manusiawi.
Ditinjau dari kerangka
dasar kurikulum, konsep dasar kurikulum juga mempunyai ciri tersendiri, antara
lain :
a. Tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan pribadi yang
utuh dan dinamis agar memiliki integrasi tinggi dan sikap positif.
b. Materi, yaitu menyediakan pengalaman yang berharga
bagi setiap anak yang dapat membantu pertumbuahn dan perkembangannya pribadinya
secara utuh.
c. Proses, yaitu terbangunnya hubungan emosional yang
kondusif antara guru dan siswa.
d. Evaluasi, yaitu lebih mengutamakan proses daripada hasil,
karena sifatnya subjektif baik dari guru maupun siswa.
Kurikulum humanistik
memandang aktualisasi diri sebagai suatu kebutuhan yang mendasar. Tiap anak
memiliki self masing-masing yang harus dibangkitkan dan dikemangkan, sekalipun
sering tidak dikenali dan tidak disadari bahkan cenderung tersembunyi.
3. Pendekatan Teknologis
Salah satu ciri gloalisasi adalah pesatnya arus informasi melalui berbagai
alat teknologi seperti telepon, radio, televisi, teleconference sampai dengan
satelit, dan internet. Kehadiran teknologi perlu di manfaatkan oleh dunia
pendidikan dalam upaya pemerataan kesempatan, peningkatan mutu, relevansi dan
efesiensi pendidikan.
Perspektif teknologi sebagai kurikulum ditekankan pada efektifitas program
metode dan material untuk mencapai suatu manfaat dan keberhasilan. Teknologi
memengaruhi kurikulum dalam dua cara, yaitu aplikasi dan teori. Aplikasi
teknologi merupakan suatu rencana penggunaan beragam alat dan media, atau
tahapan basis instruksi. Sebagai teori, teknologi digunakan dalam pengembangan
dan evaluasi material kurikulum dan instruksional.[9]
Pandangan pertama menyatakan bahwa pemanfaatan teknologi lebih diarahkan
pada bagaimana mengajarnya, bukan apa yang diajarkan. Sementara pandangan kedua
menyatakan bahwa teknologi diarahkan pada penerapan tahapan instruksional.
Penerapan teknologi dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum adalah
dalam dua bentuk, yaitu bentuk perangkat lunak (software) dan perangkat keras
(hardware). Penerapan teknologi perangkat keras dalam pendidikan dikenal
sebagai teknologi alat (tools technology), sedangkan penerapan teknologi
perangkat lunak disebut juga teknologi sistem (system technology).[16]
Teknologi pendidikan dalam arti teknologi alat, lebih menekankan kepada
penggunaan alat-alat teknologi untuk menunjang efisiensi dan efektifitas
pendidikan. Kurikulumnya berisikan rencana-rencana penggunaan berbagai alat dan
media, juga model-model pengajaran yang banyak melibatkan penggunaan alat.
Contoh-contoh model pengajaran tersebut adalah: pengajaran dengan bantuan film
dan video, pengajaran berprogram, mesin pengajaran, pengajaran modul.
Pengajaran dengan bantuan komputer, dan lain-lain.
Kurikulum yang dikembangkan dari konsep teknologi pendidikan memiliki
beberapa ciri khusus, yaitu:[10]
- Tujuan
Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam bentuk
perilaku. Tujuan-tujuan yang bersifat umum yaitu kompetensi dirinci menjadi
tujuan-tujuan khusus, yang disebut objektif atau tujuan instruksional. Objektif
ini menggambarkan perilaku, perbuatan atau kecakapan-ketrampilan yang dapat
diamati.
- Metode
Metode merupakan kegiatan pembelajaran sering dipandang sebagai proses
mereaksi terhadap perangsang-perangsang yang diberikan dan apabila terjadi
respons yang diharapkan maka respons tersebut diperkuat.
- Organisasi bahan ajar
Bahan ajar dan isi kurikulum banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi
telah diramu sedemikian rupa sehingga mendukung penguasaan sesuatu kompetensi.
Bahan ajar atau kompetensi yang luas/besar dirinci menjadi bagian-bagian atau
subkompetensi yang lebih kecil, yang menggambarkan objektif. Urutan dari
objektif-objektif ini pada dasarnya menjadi inti organisasi bahan.
- Evaluasi
Kegiatan evaluasi dilakukan pada setiap saat, pada akhir suatu pelajaran,
suatu unit atau semester. Fungsi evaluasi ini bermacam-macam, sebagai umpan
balik bagi siswa dalam penyempurnaan penguasaan suatu satuan pelajaran
(evaluasi formatif), umpan balik bagi siswa pada akhir suatu program atau
semester (evaluasi sumatif). Juga dapat menjadi umpan balik bagi guru dan
pengembang kurikulum untuk penyempurnaan kurikulum. Tes evaluasi yang biasa
dilakukan adalah tes objektif.
a. Konsep Kurikulum
Teknologis
Konsep kurikulum teknologis dapat berbentuk aplikasi teknologi pendidikan
dan dapat juga berbentuk penggunaan perangkat keras dan lunak dalam pendidikan.
Prosedur pembelajaran didasarkan pada psikologi behaviourisme dan teori
stimulus-respon. Artinya, tujuan yang dirumuskan harus berbentuk perilaku yang
dapat diukur dan diamati serta diarahkan untuk menguasai sejumlah kompetensi.
Perkembangan teknologi pada abad ini sangatlah pesat. Perkembangan
teknologi tersebut mempengaruhi semua bidang, termasuk bidang pendidikan. Sejak
dulu pendidikan telah menggunakan teknologi, seperti papan tulis, kapur, dan
lain-lain. Namun, sekarang seiring dengan kemajuan teknologi banyak alat (tool)
seperti audio,video, overhead projector, film slide, dan motion film, serta banyak
alat-alat lainnya.
Penerapan teknologi dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum dibagi
dalam dua bentuk, yaitu:
a. Perangkat lunak (software) atau disebut juga teknologi
sistem (system technology). Pada bentuk ini, lebih menekankan kepada penggunaan
alat-alat teknologis yang menunjang efisiensi dan efektivitas pendidikan.
b. Perangkat keras (hardware) atau sering disebut juga
teknologi alat (tools technology). Pada bentuk ini, lebih menekankan kepada
penyusuna program pengajaran atau rencana pelajaran dengan menggunakan
pendekatan sistem.
Ciri-ciri kurikulum
yang dikembangkan dari konsep teknologis pendidikan (kurikulum teknologis),
yaitu:
a. Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang
dirumuskan dalam bentuk perilaku. Tujuan-tujuan yang bersifat umum yaitu
kompetensi dirinci menjadi tujuan-tujuan khusus, yang disebut objektif atau
tujuan instruksional.
b. Metode yang digunakan biasanya bersifat individual,
kemudian pada saat tertentu ada tugas-tugas yang harus dikerjakan secara
kelompok. Pelaksanaan pengajaran mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.
- Penegasan tujuan kepada siswa.
- Pelaksanaan pengajaran
- Pengetahuan tentang hasil
- Organisasi bahan ajar
- Evaluasi
Pengembangan kurikulum
teknologis berpegang pada beberapa kriteria, yaitu:
a. Prosedur pengembagan kurikulum dinilai dan
disempurnakan oleh pengembang kurikulum yang lain.
b. Hasil pengembangan terutama yang berbentuk model
adalah yang bisa diuji coba ulang, dan hendaknya memberikan hasil yang sama.
Inti dari pengembangan
kurikulum teknologis adalah penekanan pada kompetensi. Pengembangan dan
penggunaan alat dan media pengajaran bukan hanya sebagai alat bantu tetapi
bersatu dengan program pengajaran dan ditujukan pada penguasaan kompetensi.
Dalam pengembangan kurikulum teknologis kerjasama dengan para penyusun program
dan penerbit media elektronik serta media cetak. Pengembangan pengajaran yang
betul-betul berstruktur dan bersatu dengan alat dan media membutuhkan biaya
yang tidak sedikit. Ini merupakan hambatan utama dalam pengembangan kurikulum
teknologis.
Sebagaimana konsep
kurikulum yang lain, konsep kurikulum teknologis juga mempunyai kelemahan,
antara lain sulit menyampaikan bahan pelajaran yang bersifat kompleks atau
materi pelajaran yang membutuhkan tingkat berfikir tinggi, sulit mengembangkan
domain afektif, sulit melayani kebutuhan siswa secara perseorangan (bakat,
sikap, minat) dan siswa cepat bosan.
4. Pendekatan
Rekonstruksionisme
Pendekatan ini disebut Rekonstuksi sosial. Kurikulum rekonstruksi sosial
sangat memperhatikan hubungan kurikulum dengan sosial masyarakat dan politik
perkembangan ekonomi. Banyak prinsip kelompok ini yang konsisten dengan
cita-cita tertinggi, contohnya masalah hak asasi kaum minoritas, keyakinan
dalam intelektual masyarakat umumnya, dan kemampuan menentukan nasib sendiri
sesuai arahan yang mereka inginkan.
Pengajaran kurikulum rekonstruksi sosial banyak dilaksanakan di
daerah-daerah yang tergolong belum maju dan tingkat ekonominya juga belum
tinggi. Pelaksanaan pengajaran ini diarahkan untuk meningkatkan kondisi
kehidupan mereka. Sesuai dengan potensi yang ada dalam masyarakat, sekolah
mempelajari potensi-potensi tersebut, dengan bantuan biaya dari pemerintah
sekolah berusaha mengembangna potensi tersebut. Di daerah pertanian misalnya
maka sekolah harus mengembangkan bidang pertanian, sementara kalau daerah
industry maka yang harus dikembangkan oleh sekolah adalah bidang industri.
Sehingga kurikulum tersebut dapat memenuhi kebutuhan masyarakatdaerah tersebut.
Kurikulum rekonstruksi sosial bertujuan untuk menghadapka peserta didik
pada berbagai permasalahan manusia dan kemanusian. Para pendukung kurikulum ini
yakin, bahwa permasalahan yang muncul tidak harus diperhatikan oleh
“pengetahuan sosial” saja, tetapi oleh setiap disiplin ilmu.
Kegiatan yang dilakukan dalam kurikulum rekonstruksi sosial antara lain
melibatkan:[11]
- Survei kritis terhadap suatu masyarakat
- Studi yang melibatkan hubungan antara ekonomi lokal dengan ekonomi nasional atau internasional
- Studi pengaruh sejarah dan kencenderungan situasi ekonomi lokal
- Uji coba kaitan praktik politik dengan perekonomian
- Berbagai pertimbangan perubahan politik, dan
- Pembatasan kebutuhan masyarakat pada umumnya.
Dari pemikiran diatas, maka penyusunan dan pengembangan kurikulum harus
bertitik tolak dari problem yang dihadapi dalam masyarakat. Pendekatan
kurikulum rekonstrksi sosial ini selain menekan pada isi pembelajaran,
sekaligus juga menekankan pada proses pendidikan dari pengalaman belajar. Ini
dikarenakan, pendekatan rekonstruksi sosial berasumsi bahwa, manusia adalah
makhluk sosial yang sepanjang kehidupannya membutuhkan orang lain, selalu
bersama, berinteraksi dan bekerjasama.
Dari pendekatan kurikulum rekonstruksi sosial ini, nantinya diharapkan
peserta didik mempunyai tanggung jawab dalam masyarakatnya guna membantu
pemerintah dalam perbaikan-perbaikan dalam masyarakatnya yang lebih baik lagi
kedepannya.
Adapun pendekatan kurikulum rekonstruksi sosial ini mempunyai ciri-ciri
berkenaan dengan:
- Tujuan
Tujuan utama kurikulum rekonstruksi sosial adalah menghadapkan para peserta
didik pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan atau gangguan-gangguan yang
dihadapi manusia. Karena itu, tujuan program pendidikan setiap tahun berubah.
Tantangan-tantangan tersebut merupakan bidang garapan selain bidang studi
agama, juga perlu didekati dari bidang-bidang lain seperti ekonomi, sosiologi,
ilmu pengetahuan alam, estetika, matematika dan lain-lain.
- Metode
Tugas guru dalam kegiatan pembelajaran dalam kurikulum rekonstruksi sosial,
yaitu: berusaha mencari keselarasan antara tujuan-tujuan nasional dengan tujuan
peserta didik. Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran guru harus dapat
membantu para peserta didik untuk menemukan minat dan kebutuhannya.
Kegiatan pembelajaran yang dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan dalam
persoalan-persoalan tersebut di atas dapat dilakukan dengan menggunakan
berbagai metode antara lain: (1) mengadakan survei kritis kepada masyarakat;
(2) mengadakan studi banding ekonomi lokal dan nasional; (3) mengevaluasi semua
rencana dengan criteria, apakah telah memenuhi kepentingan sebagian besar
orang.
- Organisasi Isi
Pola organisasi isi kurikulum rekonstruksi sosial disusun seperti roda.
Ditengah-tengahnya sebagai poros dipilih sesuatu masalah yang menjadi tema
utama dan dibahas secara pleno. Tema-tema tersebut dijabarkan ke dalam sejumlah
topik yang dibahas dalam diskusi kelompok, latihan-latihan, kunjungan dan
lain-lain. Topik-topik dengan berbagai kelompok ini merupakan jari-jari. Semua
kegiatan jari-jari tersebut dirangkum menjadi satu kesatuan sebagai bingkai
atau velk.
- Evaluasi
Dalam kegiatan evaluasi para peserta didik dilibatkan. Keterlibatan para
peserta didik terutama dalam memilih, menyusun, dan menilai bahan yang akan
diujikan. Soal-soal yang akan diujikan terlebih dahulu diuji untuk menilai
ketepatan maupun keluasan isinya. Selain itu juga untuk menilai keampuhannya
dalam menilai pencapaian tujuan-tujuan pembangunan kehidupan keberagaman
masyarakat yang sifatnya kualitatif.
a. Konsep Kurikulum
Rekontruksi Sosial
Kurikulum ini bersumber dari aliran pendidikan intraksional yang menekankan
interaksi dan kerja sama antara siswa, guru, kepala sekolah, orang tua dan
masyarakat. Menurut pemahaman kurikulum rekontruksi sosial bahwa kepentingan
sosial harus diletakkan diatas kepentingan pribadi atau golongan. Asumsinya
adalah perubahan sosial merupakan tangguang jawab masyarakat dan masih ada
kesenjangan antara kurikulum dengan masyarakat.
Tujuan utama kurikulum ini adalah mengembangkan kemampuan siswa untuk
menghadapi masalah-masalah yang ada dalam masyarakat. Menurut S. Nasution
(1991), konsep kurikulum ini memiliki dua kelompok, yaitu "bersifat
adaptif dan reformatories". Adaptif dimaksudkan agar individu dapat
menyesuaikan diri dalam menghadapi segala macam bentuk perubahan. Ia harus kuat
fisik dan mental dalam mempertahankan dinamika hidupnya, sedangkan kelompok
reformis menginginkan agar individu tidak hanya mampu menghadapi
masalah-masalah yang akan datang, tetapi harus turut aktif dalam mengadakan
perubahan yang diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
[2] Nana Syaodih
sukmadinata, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), h. 83-84.
[4] Abdullah Idi, Pengembangan
Kurikulum Teori dan Praktik ( Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 225.
[5] Baharuddin &
Makin, Pendidikan Humanistik:Konsep, Teori, dan Aplikasi Praktis dalam Dunia
Pendidikan (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), h. 192.
[6] Oemar Hamalik, Dasar-dasar
Pengembangan Kurikulum (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), h. 144.
[10] Nana Syaodih
sukmadinata, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2004), hlm. 97-98
[11] Oemar Hamalik, Dasar-dasar
Pengembangan Kurikulum (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya), 2008, h. 146.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar