DESAIN KURIKULUM
A. Pengertian Disain
Kurikulum
Konsep dari desain kurikulum berfokus pada cara
kurikulum tersebut dibentuk, terutama penyusunan yang aktual dari bagian
rencana kurikulum. Istilah disain kurikulum (beberapa menyebutnya organisasi
kurikulum) menunjuk pada penyusunan bagian-bagian kurikulum kedalam pokok
persoalan yang sesungguhnya. Yang pemilihan desainnya dipengaruhi oleh
pendekatan kurikulumnya dan orientasi folosofi.
Bagian ini terkadang disebut komponen elemen. Yang termasuk disain
kurikulum adalah:
1. Tujuan
2. Pokok permasalahan.
3. Pembelajaran pengalaman.
4. Penilaian pendekatan.
Inti dari komponen
yang diorganisasikan dalam rencana kurikulum merupakan pengertian kurikulum
disain. Meskipun kebanyakan rencana kurikulum didalamnya terdapat empat elemen
diatas, kebanyakan dari rencana kurikulum tersebut tidak memiliki bobot yang
sama.
1. Menurut Longstreet (1993)
Desain kurikulum ini merupakan desain kurikulum yang berpusat pada
pengetahuan (the knowledge centered design) yang dirancang berdasarkan struktur
disiplin ilmu, oleh karena itu model desain ini dinamakan juga model kurikulum
subjek akademis yang penekanannya diarahkan untuk pengembangan itelektual
siswa.
2. Menurut McNeil (1990)
Desain kurikulum ini berfungsi untuk mengembangkan proses kognitif atau
pengembangan kemampuan berfikir siswa melalui latihan menggunakan gagasan dan
melakukan proses penelitian ilmiah.
Dari pendapat diatas dapat disimpulan kurikulum merupakan mengembangkan
proses kognitif atau pengembangan kemampuan berfikir untuk pengembangan itelektual
siswa.
B. Tujuan Desain
Kurikulum
Tujuan pendidikan menjadi focus dan sasaran utama semua kegiatan
pendidikan, termasuk penyusunan kurikulum. Dalam penyusunan kurikulum, tujuan
pendidikan yang masih bersifat umum, yaitu tujuan nasional atau tujuan
institusional dijabarkan kepada tujuan-tujuan yang lebih khusus atau tujuan
kurikuler (goal), dan kemudian dijabarkan lagi kepada tujuan-tujuan khusus atau
tujuan instruluksional (objective). Tujuan umum menggambarkan nilai-nilai,
kebutuhan dan harapan dari masyarakat. Rumusan tujuan ini masih umum, relatif
abstrak perlu dijabarkan dan dirumuskan dalam tujuan yang lebih khusus, lebih
kongrit dan spesifik yang menggambarkan prilaku atau kecakapan khusus yaitu
tujuan instruksional.
Pendidikan
berpungsi membantu pengembangan pribadi siswa secara utuh, secara menyeluruh,
seluruh kemampuan dan karateristik pribadi. Untuk mempermudah pemahaman dan
penggambaran, para ahli mencoba, mengadakan pengelompokkan kemampuan dan
karateristik tersebut kedalam domain-domain. Dalam kaitan rumusan tujuan
pengajaran Bloom dan kawan-kawan, membaginya atas tiga domain, yaitu; kognitif,
afektif dan psyikomotori. Domain kognitif berkenan dengan kemampuan dan
kecakapan –kecakapan intelektual afektif dengan kemampuan dan penguaasaan
segi-segi emosional, sikap dan nilai, sedang domain psyikomotor dengan
keterampilan-keterampilan.
Setiap domain memiliki tahapan-tahapan tertentu, Bloom dkk (1964) membagi domain kognitif atas 6 tahap, mulai dari yang rendah: knowledge, comprehension, application, analysis, synthesis, dan evaluation. Krsthwohl dkk (1964) membagi domain afektif atas: receiving (attending), responding, valuing, organization, characterization of a value complex, sedangkan untuk domain psikomotor, Anita Harrow (1972) membagi atas: reflex movements, basic-fundamental movements, perceptual abilities, physical abilities, skilled movements, nondiscursive communication.
Setiap domain memiliki tahapan-tahapan tertentu, Bloom dkk (1964) membagi domain kognitif atas 6 tahap, mulai dari yang rendah: knowledge, comprehension, application, analysis, synthesis, dan evaluation. Krsthwohl dkk (1964) membagi domain afektif atas: receiving (attending), responding, valuing, organization, characterization of a value complex, sedangkan untuk domain psikomotor, Anita Harrow (1972) membagi atas: reflex movements, basic-fundamental movements, perceptual abilities, physical abilities, skilled movements, nondiscursive communication.
Anderson
dan Krathwohl ( 2001 ) mengadakan penyempurnaan tentang tahapan-tahap kognitif.
Mereka menambah segi kretivitas sebagai puncak tahapan kognitif. Tahap-tahap
kognitif menurut Anderson dan Karthwol selengkapnya adalah sebagai berikut:
knowledge, comprehension, application, analyisis , evaluation, and creativity.
Tiap lembaga pendidikan tidak selalu memiliki bobot yang sama tentang ketiga
domain tersebut. Lembaga pendidikan keilmuan mungkin bobot untuk domain
kognitif lebih besar, sedangkan lembaga pendidikan keterampilan bobot untuk
domain psyikomotor lebih besar.
C. Komponen Disain
Disain kurikulum diperhatikan berdasarkan inti dan
penyusunan empat elemen dasar kurikulum. Empat dasar tersebut berasal dari H.
Giles dalam “The eight-year study”. Dia menggunakan komponen-komponen tersebut
untuk menunjukkan hubungan dan bagian dari pembelajaran pengalaman.
Empat komponen desain tersebut memberikan pembuat kurikulum empat
pertanyaan:
1. Apa yang harus diselesaikan?
2. Apa pokok permasalahan yang harus diikut sertakan?
3. Apa strategi, sumber dan aktivitas yang akan dilakukan?
4. Dan apa metode dan intrumen yang akan digunakan untuk menilai hasil
kurikulum?
Menurut Giles, empat komponen saling berhubungan keputusan yang dibuat
tentang komponen satu bergantung pada keputusan yang dibuat tentang komponen
lainnya.
Sedangkan menurut Tyler mengungkapkan kunci dari elemen
kurikulum. Disain kurikulum melihatkan beragam filosofi atau teori.
Teori seseorang akan berdampak pada penafsiran dan pemilihan tujuan,
mempengaruhi isi yang dipilih dan bagaimana dia mengaturnya, mempengaruhi
keputusan tentang bagaimana mengajar/menyampaikan isi kurikulum, dan memandu
putusannya tentang bagaimana untuk mengevaluasi keberhasilan dari perkembangan
kurikulum.
Hilda Taba mengungkapkan bahwa kebanyakan disain kurikulum berisi komponen
Giles, tapi itu terdapat banyak kekurang seimbangan karena elemen-elemen
tersebut tidak berdasarkan pada hubungan teori yang rasional.
Disain kurikulum harus mengklarifikasi filosofi dan sudut pandang
sosialnya dan individu pembelajaran atau yang sering disebut sumber kurikulum.
Untuk mengetahui pengaruh disain kurikulum harus memberikan perhatian sehingga
sumber kurikulumakan berpengaruh pada pendidikan. Cara perencana
kurikulum merespon dalam pertanyaan:” apa sumber-sumber ide pendidikan?”akan berdampak
pada pandangannya terhadap KD. Taba mengungkapkan bahwa besar jarak diantara
teori dan praktek dapat disebabkan berdasarkan kekurangan alasan.
Ronald Doll mendeskripsikan empat sumber ide disain kurikulum: 1) ilmu
pengetahuan, 2)sosial, 3)kebenaran yang abadi, 4)hal yang bersifat dengan
ketuhanan. Sumber ini mirip dengan sumber kurikulum yang diidentifikasikan oleh
Deweyand Bode dan dipopulerkan oleh Tyler yaitu :
1. Pengetahuan sebagai sumber
ode ilmiah untuk
mengetahui kebenaran, mereka memilih dan menyusunnya dalam elemen kurikulum
yang dapat diobservasi dan diukur
2. Sosial (kemasyarakatan) sebagai sumber.
Desainer kurikulum
menyatakan sosial sebagai sumber kurikulum yang terpercaya karena sekolah
adalah agen sosial
3. Pembelajaran sebagai sumber.
Beberapa orang percaya bahwa
kurikulum harus didapat dari apa yang kita ketahui sebagai pelajar. Bagaimana
dia belajar, tingkah laku, ketertarikan, dan nilai. Kemajuan kurikulum dan
pendidik menyadari bahwa pelajar adalah sumber belajar.
D. Pertimbangan Dimensi
Desain.
Disain kurikulum adalah statmen yang menerangkan bahwa
relasi (hubungan) merupakan komponen/elemen sebuah kurikulum. Pembuat
kurikulum, ketika mempertimbangkan desain harus melihatnya dari dimensi yang beragam:
1. Skop (jangkauan)
Ketika mempertimbangkan
disain kurikulum, pendidik harus menetapkan luas dan dalamnya isi kurikulum,
Hal ini disebut skop (jangkauan). Galen Sailor mendefenisikan skop sebagai:
luas, macam/jenis, dan tipe pengalaman pendidikan yang disediakan pelajar
sebagai peningkatan mereka melalui program sekolah.
2. Integrasi.
Tantangan utama dalam
membuat skop adalah mengintegrasi banyak pembelajaran.
Idealnya pendisain kurikulum menyadari bahwa pembelajaran lebih
efektif ketika isinya saling berkaitan satu dengan lainnya.
3. Kesinambungan.
Ketika mempertimbangkan
kesinambungan, pembuat kurikulum ditantang untuk bersepakat/bertransaksi secara
efektif dengan elemen kurikulum, jadi kurikulum membantu perkembangan komulatif
dan pembelajaran yang berkelanjutan.
4. Keberlanjutan.
Keberlanjutan berhubungan
dengan manipulasi vertikal atau repetisi komponen kurikulum. Keberlanjutan
sangat jelas menurut Bruner dalam “Kurikulum Spiral”. Bruner menyatakan bahwa
kurikulum harus diatur berdasarkan hubungan atau struktur ide dasar “mereka
harus dikembangkan dan dikembangkan ulang dalam gaya yang spiral”.
5. Artikulasi dan Keseimbangan.
Artikulasi merupakan
hubungan dari aspek kurikulum yang beragam hubungannya dapat berupa vertikal
(melukiskan hubungan aspek tertentu dalam rangkaian kurikulum) dan horizontal
(artikulasi yang berhubungan dengan tempat).
Keseimbangan kurikulum
merupakan kesempatan siswa untuk menguasai pengetahuan dan untuk
memanfaatkannya dengan cara menghargai tujuan perorangan, sosial, dan tujuan
intelektual. Karena kurikulum dapat dilihat dari referensi yang berbeda
komponen kurikulum yang akan diseimbangi akan mendapatkan bentuk dan dimensi
yang berbeda.
E. Wakil Komponen Disain.
Komponen kurikulum dapat diorganisasikan dalam cara yang beragam. Akan
tetapi semua KD di modifikasi dan/atau integrasi dari tiga tipe disain dasar.
1. Desain yang terpusat pada subjek
Desain yang berpusat pada
subjek adalah KD yang paling populer dan sering digunakan . hal ini dikarenakan
pengetahuan dan konten diterima dengan baik sebagai bagian integral kurikulum.
Sekolah-sekolah memiliki sejarah yang kuat dari akademik rasionalisme.
a. Subjek Desain (SD).
Subjek desain adalah sekolah
disain tertua dan memiliki guru dan “lay people” yang terkenal. SD juga dikenal
karena gurui dan lay people biasanya dididik dan/atau dilatih disekolah yang
mempekerjakannya. SD juga populer karena sesuai dengan teksbook dan cara guru
dilatih sebagai spesialis suatu subjek. Desain ini berdasarkan atas
kepercayaan, tentang apa yang membuat manusia unik dan khusus adalah
intelektual mereka.
Hendri Morrison menyatakan
bahwa “bahan-bahan kurikulum subjek didapatkan dari kesusastraan individu dan
kemampuan tersebut harus menjadi fokus dari kurikulum dasar” dan “merasakan
bahwa sebuah desain dapat membuat siswa di sekolah nonformal dapat
mengembangkan ketertarikan dan kompetensi subjrk disuatu area.
Rober Hutching (1930-an),
mengindikasikan subjek-subjek yang akan menjadi bagian komponen disain: bahasa
dan penggunaanya (membaca,menulis,berbicara,literatur),
matematika,sains,sejarah,bahasa asing.
Untuk edukator teori,
setiap subjek yang terpisah mewakili sebuah spesialisasi dan bagian
yang unik dari konten. Organisasi konten kurikulum juga berasumsi bahwa subjek
dasar diatur dalam : dasar kronologis, prasyarat pembelajaran,
penguasaan/keunggulan dalam suatu bagian, pembelajaran deduktif.
Pendukung desain juga
mengatakan bahwa keuntungan terbaik dari desain ini adalah memperkenalkan siswa
kepada pengetahuan sosial yang penting. Desain ini juga mudah disampaikan
karena buku-buku pelengkap dan penunjang materi mudah tersedia.
b. Disiplin Desain (DD).
Disiplin Desain muncul pada
zaman perang dunia ke-II. Popularitasnya memudar semenjak protes siswa-siswa
(1970-an) tapi disiplin desain masih tetap ditampilkan dibanyak organisasi
kurikulum disekolah dasar dan sekolah sekunder terutama di kampus-kampus dan
universitas-universitas.
Seperti desain
subjek-terpisah, dasar Disiplin desain adalah konten organisasi akan tetapi
mengingat subjek disain tidak membuat dasar fundamental menjadi jelas,
orientasi disiplin desain menetapkan fokusnya pada disiplin akademik.
King dan Brownell
menganjurkan desain ini mengindikasikan bahwa disiplin adalah pengetahuan khusus
yang memiliki karakteristik dasar berikut: komunikasi perorangan, expresi
imajinasi seseorang, wewenang, tradisi, mode penyelidikan publik, struktur
konseptual, spesialisasi bahasa, warisan kesusastraan, jaringan komunikasi,
pendirian yang berharga dan mempengaruhi, komunitas yang instruktif.perbedaan
penting antara Disiplin Disain dengan masalah subjek desain, dalam Disiplin
Desain siswa mengalami pendisiplinan, jadi mereka dapat memahami sementara di
Subjek Disain pelajar diingatkan untuk belajar jika hanya mendapatkan
pengetahuan dan informasi. Menurut Bruner, pembelajaran terjadi ketika pelajar
menyadari ide dan prinsip dasar dan hubungan timbal balik dari ide-ide ini dan
juga manfaat mereka dalam banyak situasi.
c. Desain yang Luas
(DL).
Desain yang luas mengizinkan
penggabungan dua atau lebihsubjek yang saling berhubungan menjadi satu studi
yang luas (sebuah KD) yang menyimpang dari pada subjek tradisional.
Tahun 1930-an dan 1940-an,
Desain yang luas merupakan bagian dari pergerakkan untuk pembelajaran yang
terintegrasi. Desain yang luas populer karena disain yang luas menghilangkan
batasan-batasan subjek dengan membuat informasi menjadi berarti untuk pelajar.
Desain yang luas juga memperolehkan guru untuk lebih fleksibel dalam memilih
konten tapi, disain yang luas populer karena disain yang luas memungkinkan
pelajar untuk melihat hubungan diantara subjek kurikulum yang beragam.
d. Desain Korelasi (DK).
Desain korelasi merupak.an
desain yang digunakan oleh seseorang yang tidak ingin pergi sejauh pembuatan
desain yang luas, tapi seseorang yang menyadari bahwa ada waktu ketika subjek
terpisah memerlukan beberapa hubungan untuk mengurangi pemisahan konten
kurikulum.
Desain Korelasi adalah usaha
untuk menghapuskan isolasi dan pemisahansubjek-subjek tanpa memeriksa subjek
kurikulum. Contoh guru sain berkeinginan untuk berkolaborasi dengan guru sosial
dengan meminta siswa untuk meminta siswa membuat peper tentang sejarah
teori-teori sains
2. Desain yang terpusat pada pelajar.
Respon kepada perencana
pendidikan yang mempertimbangkan pembuatan kurikulum berdasarkan nilai harus
menegaskan masalah subjek. Dan pada abad ini pendidik menyatakan bahwa pelajar
adalah bagian terpenting :
a. Desain yang terpusat pada anak-anak (DAA)
Ketika desain yang terpusat
pada pelajar mendapatkan kedudukan dalam pendidikan, advokatnya bersikeras
bahwa sebenarnya semua aktivitas pembelajaran sekolah harus berfokus pada
kebutuhan dan ketertarikan anak-anak.
Rousseau mengatakan bahwa
sebagai anak-anak yang mendekati masa remaja “banyak skill dan bimbingan yang
diperlukan untuk membimbing mereka kearah studi teori”. Guru-guru menyediakan
kesempatan kepada pelajar untuk mengobservasi alam dan belajar dengan cara
sendiri. Heindrik Pestalozzi dan Friedrich Froebel membantah bahwa anak-anak
akan mencapai “diri yang nyata” melalui partisipasi sosial. Pasker percaya
bahwa metode intruksi harus disusun berdasarkan cara alami anak-anak belajar.
Willian kilpatrick
mengkombinasikan 4 langkah metodelogi yang sebenarnya merupakan langkah-langkah
kelakuan: menentukan maksud, merencanakan, melaksanakan, menilai (dengan
rancangan yang dianggap penting dari ruang kelas sampain komunitas). Ide bahwa
solusi sebuah masalah membutuhkan penggunaan metode dan materi-materi dari beragam
subjek melekat pada fokus anak-anak dan kurikulum yang berfokus pada
pengalaman.
b. Desain yang terpusat pada pengalaman (DP).
DP mirip dengan DAA yang
menggunakan perhatian/kepentingan anak-anak sebagai dasar untuk mengatur dunia
sekolah anak-anak. Perbedaan dengan DAA adalah ketertarikan dan kebutuhan
anak-anak tidak dapat diantisipasi, oleh karena itu kerangka kurikulum tidak
dapat direncanakan untuk semua anak-anak.
Dewey mengatakan bahwa
ketertarikan telah disamakan dengan gambaran yang menjadi pilihan anak-anak,
pendidik perlu berhati-hati bahwa ketertarikan anak-anak cendrung tidak kekal
atau hanya kebetulan. Guru-guru bertanggungjawab untuk mengidentivikasi dan
mengolah ketertarikan anak-anak.
c. Desain Romantis/radikal (DR).
Deasin romantis zaman
sekarang menghadirkan kasus yang di dalamnya terdapat kurikulum yang tidak
dapat berkembang sebelum siswa masuk kekelas dan sebelum kebutuhan dan
ketertarikan mereka diakses.
Paul goodman menentang
bahwa, ketika pendidik mencoba untuk mempengaruhi pertumbuhan anak-anak
berdasarkan perkiraan kurikulum dengan metode artikulasi. Kelemahan utama
desain yang terpusat pada pelajar, terutama desain romantis/radikal berdasarkan
kritik-kritik. Kurikulum yang berdasarkan kebutuhan dan keinginan anak-anak
tidak cukup dapat untuk menyiapkan kehidupan anak-anak. Pelajar tidak memiliki
pengalaman penting untuk dapat memahami kebutuhan kehidupan didunia.
d. Desain Kemanusiaan (DM).
Carl Rogers berasumsi
bahwamasyarakat dapat meningkatkan pembelajaran pimpinan-diri dengan menilai
diri sendiri untuk meningkatkan pengertian. Diri, untuk belajar konsep diri dan
sikap-sikap dasar untuk memandu tingkah laku mereka. Tugas pendidik, untuk
mengatur lingkungan pendidikan seperti kelakuan, empati, dan menghormati diri
sendiri dan orang lain.
Pelajar ditantang untuk
bertanggungjawab dan menghargai pilihan mereka dan membuat mereka merasa nyaman
mengetahui bahwa mereka mampu membuat pilihan.
3. Desain yang terpusat pada Masalah .
Desain yang terpusat pada masalah
di organisasikan untuk menguatkan budaya tradisi dan juga untuk menunjukkan
komunitas-komunitas dan kebutuhan-kebutuhan sosial yang belum ditemui.
Kurikulum diorganisasikan dengan disain ini tergantung kepada seberapa besar
inti masalah yang harus dipelajari konten-konten yang dipilih harus
relevan terhadap masalah yang sedang diperhatikan. Untuk alasan ini konten
sering melampaui batas konten juga harus didasari kepada batas utama terhadap
kebutuhan-kebutuhan, perhatian-perhatian, dan kemampuan-kemampuan pelajar.
a. Desain situasi-kehidupan (DSK).
Pada abad ke-19 desain
situasi-kehidupan yang diusulkan oleh florence Stratemayer pada tahun-tahun
awal setelah perang dunia II didasarkan atas prinsip yang diperoleh dari sebuah
studi. Stratemayer menyimpulkan bahwa pelajar akan mengetahui pembelajaran
sekolah lebih berarti dan dapat diterapkan secara langsung dalam kehidupan.
Stratemayer percaya
bahwa kebutuhan anak-anak juga menyediakan dasar untuk menentukan kurikulum.
Pembuat kurikulum yang baik harus membedakan antara yang tidak
berguna dan yang berguna dalam mengembangkan generalisasi yang berarti. Ini
dipertimbangkan dengan baik-baik untuk pembelajaran masalah didasarkan pada
perhatian/fokus anak-anak bukan pada kebutuhan orang dewasa. Dalam hal ini
desain yang diusulkan Stratermayer terfokus pada anak-anak.
b. Desain Inti (DI).
Disain Inti disebut
juga fungsi inti sosial yang direncanakan baik-baik . disain inti
terpusat padapendidikan general dan didasarkan pada masalah-masalah yang muncul dari
aktivitas manusia. Disaian Inti didasarkan pada tradisi perkembangan
pendidikan. Disain inti lebih baik dari pada desain yang terpusat pada pelajar.
Desain ini biasanya
diajarkan dalam format “blok” untuk dua atau lebih periode normal untuk mengajar
komponen inti yang dijadwalkan bersama. Meskipun konten merupakan bagian dari
desain ini kebutuhan-kebutuhan, masalah-masalahdan perhatian-perhatian yang
muncul dari pelajar merupakan fokus utama. Fokus masalah berlangsung dengan
cara berbeda setiap kelas.
c. Masalah Sosial dan Rekontruksi desain (MSR).
Statemayer telah
menentang bahwa ketertarikan anak-anak harus dipandu oleh konten kurikulum dan
pengalaman.
Perhatian dari masalah
sosial dan rekontruksi disain adalah respon dari depresi yang mendalam.
Rekontruksi yang terlalu banyak diakibatkan karena masalah-masalah berbohong
kepada sekolah begitu juga solusinya.
Masalah sosial dan
rekontruksi memiliki maksud dasar untuk mengingat pelajar dalam menganalisa
banyak masalah untuk menghadapi berbagai jenis manusia. Bagaimanapun konten dan
tujuan diputuskan oleh orang-orang yang membuat kurikulum.
F. Isi
Isi kurikulum ini bisa
berupa pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, dalil, teori), bisa juga berupa
kemampuan (keterampilan, kecakapan, kompetensi), atau gabungan antara keduanya.
Pada lembaga pendidikan yang bersifat keilmuan, isi kurikulum sebagian besar
atau bahkan hampir seluruh pengetahuannya sedangkan pada lembaga pendidikan
professional atau lembaga pelatihan sebagian besar bentuknya kemampuan. Isi
kurikulum disusun atau diorganisasikan dengan cara-cara tertentu.
Ada beberapa pendekatan dalam pengorganisasian isi kurikulum:
1. Pendekatan mata pelajaran (Subject area atau Discipline approach).
Isi kurikulum tersusun dalam mata pelajaran berdasarkan disiplin ilmu, seperti: Matematika, Fisika, Biologi, Sosiologi.
2. Pendekatan fusi (fused curriculum approach)
Penyatuan dua atau lebih isi kurikulum mata pelajaran yang memiliki hubungan
yang
sangat dekat sehingga membentuk mata pelajaran baru, seperti:
Biologi
dengan
Kimia menjadi Biokima atau Biogenetik; Geologi dengan Geografi, Botani,
dan
Archeologi menjadi Earth Science
4. Pendekatan bidang studi (Broad fields approach)
Pendekatan bidang studi
hampir sama dengan fusi, menyatu beberapa isi mata
pelajaran
yang mempunyai kaitan yang sangat erat, dalam bentuk unit-unit bahan
ajaran
yang sudah terintegrasi. Dalam studi sosial atau IPS yang
mengabungkan
materi
Sejarah, Geografi, Ekonomi, di SD memunculkan unit-unit bahan ajaran:
transfortasi, pariwisata, lalulintas, transmigrasi, banjir. Pada jenjang pendidikan
transfortasi, pariwisata, lalulintas, transmigrasi, banjir. Pada jenjang pendidikan
menengah
dan tinggi, pendekatan bidang studi melahirkan studi-studi
interdisipliner.
4. Pendekatan masalah social (Social problems approach)
Dalam bidang Humanitas digunakan pendekatan-pendekatan masalah sosial. Isi
4. Pendekatan masalah social (Social problems approach)
Dalam bidang Humanitas digunakan pendekatan-pendekatan masalah sosial. Isi
kurikulum
terdiri atas sejumlah unit masalah sosial.
5. Pendekatan akuntabilitas (Accountability Approach)
Pendekatan ini banyak digunakan dalam pendidikan pelatihan. Untuk menjamin
5. Pendekatan akuntabilitas (Accountability Approach)
Pendekatan ini banyak digunakan dalam pendidikan pelatihan. Untuk menjamin
efisiensi
dan efektivitas pendekatan akuntabilitas menerapkan pendekatan sistem
yang
disebut teknologi instruksional. Bahan ajar lebih nampak sebagai kemampuan
atau
kompetensi yang harus dikuasai siswa, yang disusun secara sistematis.
6. Pendekatan terpadu (Integrated Approach)
Bahan ajar disusun secara terpadu dalam tema-tema, Tema-tema tersebut dapat
6. Pendekatan terpadu (Integrated Approach)
Bahan ajar disusun secara terpadu dalam tema-tema, Tema-tema tersebut dapat
berupa
aspek-aspek kehidupan, kegiatan, masalah, ataupun, kemapuan yang akan
dikembangkan.
G. Proses
Ada 5 Tahapan Design Kurikulum
Menurut Rabilotta ada 5 tahapan sistematis yang harus dilalui untuk mendapatkan Disain Kurikulum yang sukses. Untuk memastikan Disain Kurikulum yang solid dan relevan, dalam setiap fase dari proses tersebut terdapat pertanyaan-pertanyaan kunci yang bisa diajukan untuk membantu mengumpulkan informasi yang benar.
1. Fase Pertama:
Biasanya inisiatif bermula dari seorang pemimpin senior. Adapun pernyataan awal dari kebutuhan-kebutuhan training dan cakupan proyek pendahuluan.
• Apakah yang menjadi visi dari proyek ini?
• Siapa yang menjadi target pendengar/ peserta?
2. Fase Kedua:
Mengidentifikasi kebutuhan bisnis masa sekarang dan yang akan datang sehingga training biasa didisain untuk mendukung kebutuhan-kebutuahan tersebut.
• Apakah yang menjadi tujuan bisnis utama untuk organisasi ini sekarang dan
dalam sekian tahun yang akan datang?
• Kinerja seperti apa yang akan dibutuhkan oleh para karyawan untuk dapat
merealisasikan tujuan-tujuan tersebut?
Ada 5 Tahapan Design Kurikulum
Menurut Rabilotta ada 5 tahapan sistematis yang harus dilalui untuk mendapatkan Disain Kurikulum yang sukses. Untuk memastikan Disain Kurikulum yang solid dan relevan, dalam setiap fase dari proses tersebut terdapat pertanyaan-pertanyaan kunci yang bisa diajukan untuk membantu mengumpulkan informasi yang benar.
1. Fase Pertama:
Biasanya inisiatif bermula dari seorang pemimpin senior. Adapun pernyataan awal dari kebutuhan-kebutuhan training dan cakupan proyek pendahuluan.
• Apakah yang menjadi visi dari proyek ini?
• Siapa yang menjadi target pendengar/ peserta?
2. Fase Kedua:
Mengidentifikasi kebutuhan bisnis masa sekarang dan yang akan datang sehingga training biasa didisain untuk mendukung kebutuhan-kebutuahan tersebut.
• Apakah yang menjadi tujuan bisnis utama untuk organisasi ini sekarang dan
dalam sekian tahun yang akan datang?
• Kinerja seperti apa yang akan dibutuhkan oleh para karyawan untuk dapat
merealisasikan tujuan-tujuan tersebut?
3.Fase Ketiga :
Hasilnya: Sebuah pernyataan tentang pengetahuan (knowledge),
keterampilan-keterampilan (skills) dan prilaku-prilaku (behaviors) to mencapai visi, misi dan rencana operasi stategis organisasi. Hasil-hasil ini bisa didapat dengan pengembangan pernyataan-pernyataan kompetensi atau praktek-praktek
terbaik oleh karyawan-karyawan yang mempunyai prestasi yang tinggi.
• Apakah hasil yang paling penting yang Anda raih dalam jabatan ini, dalam enam
bulan terakhir?
• Gambarkan bagaimana anda meraih hasil? Apakah langkah yang Anda ambil? Mengapa?
Tiga Fase awal dari Proses Disain Kurikulum memfokuskan pada pemgumpulan
informasi tentang organisasi di masa depan.
4. Fase Keempat:
Pada fase keempat dilakukan sebuah analisa tentang keterampilan yang dimiliki
karyawan saat ini.
• Bagaimana kemampuan yang dipunyai karyawan untuk mencapai kinerja dibandingkan
dengan kompetensi yang sudah ditetapkan?
• Pelatihan apakah yang ditawarkan saat ini, yang merupakan respon untuk
mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan kinerja?
Secara keseluruhan Disain Kurikulum adalah suatu proses untuk mengisi kesenjangan ini.
5. Fase kelima:
Sebuah laporan kebutuhan-kebutuhan yang dibuat dari data-data yang telah
dikumpulkan. Sebuah kurikulum pelatihan dirancang dan ditinjau untuk memastikan
disain yang sesuai target.
• Apakah kurikulum yang diajukan merupakan suatu respon yang sesuai
kebutuhan-kebutuhan kinerja/bisnis?
• Apakah cara yang paling efektif untuk mengajarkan keterampilan dan kompetensi
yang telah teridentifikasi?
Pada fase keempat dilakukan sebuah analisa tentang keterampilan yang dimiliki
karyawan saat ini.
• Bagaimana kemampuan yang dipunyai karyawan untuk mencapai kinerja dibandingkan
dengan kompetensi yang sudah ditetapkan?
• Pelatihan apakah yang ditawarkan saat ini, yang merupakan respon untuk
mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan kinerja?
Secara keseluruhan Disain Kurikulum adalah suatu proses untuk mengisi kesenjangan ini.
5. Fase kelima:
Sebuah laporan kebutuhan-kebutuhan yang dibuat dari data-data yang telah
dikumpulkan. Sebuah kurikulum pelatihan dirancang dan ditinjau untuk memastikan
disain yang sesuai target.
• Apakah kurikulum yang diajukan merupakan suatu respon yang sesuai
kebutuhan-kebutuhan kinerja/bisnis?
• Apakah cara yang paling efektif untuk mengajarkan keterampilan dan kompetensi
yang telah teridentifikasi?
H. Evaluasi
Untuk menilai kebaikan dari suatu kurikulum diadakan evalausi kurikulum suatu
Untuk menilai kebaikan dari suatu kurikulum diadakan evalausi kurikulum suatu
evaluasi yang baik dilakukan
secara komprehensif, mencakup semua langkah kegiatan dan komponen kurikulum,
mulai dari dokumen kurikulum, pelaksanaan, hasil yang telah dicapai, fasilitas
penunjung serta para pelaksana kurikulum.
Ada beberapa model evaluasi kurikulum. Provous mengembangkan model
diskrepansi (Diskrepanci model) menilai deskrepansi atau kesenjangan antara yag
diharapkan dengan yang dilaksanakan. Stake mengembangkan model
kontigensi-konrensi (Contigency-Congruency model). Model ini ada prinsipnya
juga membandingkan yang diharapkan dengan yang dilaksanakan, tetapi selanjutnya
para pelaksana kurikulum membuat rancangan untuk harapan dan pelaksanaan
tersebut, sehingga kongruen dengan
kegiatan belajar siswa.
Stufflebeam mengembangkan model CIPP atau Context, Input, Process dan
Poduct. Evaluasi ini bersifat menyeluruh, seluruh komponen dari kurikulum
dievaluasi, mulai dari Context atau tujuan dalam keterkaitannya dengan tuntutan
masyarakat atau lapangan; Input
atau masukan yaitu
siswa sebagai subyek yang belajar, guru sebagai subyek yang mangajar, desain
kurikulum sebagai rancangan pembelajaran, media dan sarana-prasana sebagai alat
bantu pengajar; proses atau aktivitas siswa belajar dengan arahan, bantuan dan
dorongan dari guru, product atau hasil, baik hasil yang dapat dilihat dalam
jangka pendek apada akhir pendidikan atau hasil jangka panjang setelah bekerja
atau belajar pada jenjang yang lebih tinggi.
I. Contoh Desain
Kurikulum
Lembar Pengesahan
Tim Penyusun
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Lampiran
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Landasan Penyusunan KTSP
C. Tujuan Penyusunan KTSP
D. Prinsip Pengembangan KTSP
BAB II VISI, MISI, DAN TUJUAN
A. Visi
B. Misi
C. Tujuan
BAB III STRUKTUR DAN MUATAN KURIKULUM
A. Struktur Kurikulum
B. Muatan Kurikulum
1. Mata Pelajaran
2. Muatan Lokal
3. Kegiatan Pengembangan Diri
4. Kegiatan Pembiasaan
5. Pengaturan Beban Belajar
6. Ketuntasan Belajar
7. Kriteria Kenaikan Kelas
8. Kriteria Kelulusan
BAB IV KALENDER PENDIDIKAN
BAB V PENUTUP
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Contoh Silabus ( Dokumen terpisah )
2. Contoh RPP ( Dokumen terpisah )
Lembar Pengesahan
Tim Penyusun
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Lampiran
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Landasan Penyusunan KTSP
C. Tujuan Penyusunan KTSP
D. Prinsip Pengembangan KTSP
BAB II VISI, MISI, DAN TUJUAN
A. Visi
B. Misi
C. Tujuan
BAB III STRUKTUR DAN MUATAN KURIKULUM
A. Struktur Kurikulum
B. Muatan Kurikulum
1. Mata Pelajaran
2. Muatan Lokal
3. Kegiatan Pengembangan Diri
4. Kegiatan Pembiasaan
5. Pengaturan Beban Belajar
6. Ketuntasan Belajar
7. Kriteria Kenaikan Kelas
8. Kriteria Kelulusan
BAB IV KALENDER PENDIDIKAN
BAB V PENUTUP
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Contoh Silabus ( Dokumen terpisah )
2. Contoh RPP ( Dokumen terpisah )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar