Senin, 30 November 2015

MODEL DAN PENDEKATAN KURIKULUM



TUGAS
MODEL DAN PENDEKATAN KURIKULUM
(Pendekatan Sebjek Akademis, Pendekatan Humanitis, Pendekatan Teknologis Dan Pendekatan Rekontruksi Sosial)

DI SUSUN OLEH:
MELDA SYAHPUTRY

FAKULTAS TARBIYAH/PAI V.B
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SULTAN QAIMUDDIN KENDARI
2015






 
BAB I
PENDAHULUAN



ABSTRAK
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Sedangkan Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan yang mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara-cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Perkembangan kurikulum sebagai suatu disiplin ilmu dewasa ini berkembang sangat pesat, baik secara teoritis maupun praktis. Jika dahulu kurikulum tradisional lebih banyak terfokus pada mata pelajaran dengan sistem penyampaian penuaangan, maka sekarang melalui beberapa pendekatan kurikulum lebih banyak diorientasikan pada dimensi-dimensi baru, seperti kecakapan hidup, pengembangan diri, pembangunan ekonomi dan industri, era globalisaasi dengan berbagai permasalahannya, politik, bahkan dalam praktiknya telah menyentuh dimensi teknologi terutama teknologi informasi dan komunikasi.
Kurikulum adalah seperangkat alat untuk dapat mencapai tujuan pendidikan, oleh karena itu harus dikembangkan dengan beberapa pendekatan, diantaranya adalah pendekatan subyek akademik, pendekatan humanistik, pendekatan teknologi dan pendekatan rekonstruksi sosial.
Disiplin ilmu kurikulum harus membuka diri terhadap kekuatan-kekuatan eksternal yang dapat mempengaruhi dan menentukan arah dan intensitas proses pengembangan kurikulum. kurikulum sebagai teknologi, kurikulum sebagai aktualisasi diri, kurikulum sebagai rekonstruksi sosial, dan kurikulum rasionalisasi akademis
Melalui tulisan ini, kami merumuskan macam-macam model dan pendekatan kurikulum. Mengenai pendekatan kurikulum, kami menyebutnya menjadi empat jenis yaitu Pendekatan subjek akademis, Pendekatan humanistik, Pendekatan teknologis,dan Pendekatan rekontruksi social.   



KATA KUNCI
  1. Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu.
  2. Kurikulum adalah seperangkat alat untuk dapat mencapai tujuan pendidikan, oleh karena itu harus dikembangkan dengan beberapa pendekatan, diantaranya adalah pendekatan subyek akademik, pendekatan humanistik, pendekatan teknologi dan pendekatan rekonstruksi sosial.
  3. Pendekatan subjek akademik adalah pendekatan yang diharapkan agar peserta didik dapat menguasai semua pengetahuan yang ada di kurikulum tersebut. Karena kurikulum sangat mengutamakan pengetahuan, maka pendidikan lebih bersifat intelektual. Nama-nama mata pelajaran yang menjadi isi kurikulum hampir sama dengan nama disiplin ilmu lainnya.
  4. Pendekatan humanistik adalah Pendidikan humanistik menganggap materi pendidikan lebih merupakan sarana, yakni sarana untuk membentuk pematangan humanisasi peserta didik, baik secara jasmani maupun rohani. Dan pendekatan ini memandang manusia sebagai manusia, yaitu sebagai individu yang ingin mengembangkan dirinya.
  5. Pendekatan teknologi adalah pendekatan dimana kurikulum harus dapat menyesuaikan dengan era globalisasi sekarang ini, yang mana kurikulum yang harus menggunakan media pembelajaran dengan memanfaat teknologi yang ada sekarang ini. Dimana pada pendekatan pengembangan kurikulum ini siswa diharapkan tidak saja belajar dari buku-buku yang ada tetapi juga dapat memanfaatkan
  6. Pendekatan rekonstruksi sosial adalah dimana kurikulum harus melihat kebutuhan yang ada di dalam masyarakat tersebut, kurikulum ini harus memperhatikan lingkungan sosial masyarakat disekitarnya untuk mengetahui hal-hal apa yang dapat dikembangkan dalam masyarakat tersebut. Sehingga hasil akhir dari ilmu yang dicapai dapat digunakan dalam masyarakat tersebut.
  7. Pendekatan Accountability atau pertanggungjawaban lembaga pendidikan tentang pelaksanaan tugasnya kepada masyarakat, akhir-akhir ini tampil sebagai pengaruh yang penting dalam dunia pendidikan.
  8. Pendekatan Pembangunan Nasional tujuan pendidikan ini adalah mempersiapkan tenaga kerja yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Para pengembang kurikulum bertugas untuk mendisain program yang sesuai dengan analisis jabatan yang akan diduduki.
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam mengembangan kurikulum maka diperlukan pendekatan-pendekatan sehingga kurikulum itu dapat sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan. Yang dimaksud dengan pendekatan adalah cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistematis agar memperoleh kurikulum yang lebih baik.
Pengembangan kurikulum mempunyai makna yang cukup luas. Menurut sukmadinata (2000:1), pengembangan kurikulum bisa berarti penyusun kurikulum yang sama sekali baru (curriculum construction), bisa juga menyempurnakan kurikulum yang telah ada (curuculum improvement). Selanjutnya beliau juga menjelaskan, pada satu sisi pengembangan kurikulum berarti menyusun seluruh perangkat kurikulum mulai dari dasar-dasar kurikulum, struktur dan sebaran mata pelajaran, garis-garis besar program pengajaran, sampai dengan pedoman-pedoman pelaksanaan (macro curriculum). Pada sisi lainnya berkenaan dengan penjabaran kurikulum yang telah disusun oleh tim pusat menjadi rencana dan persiapan-persiapan mengajar yang lebih khusus, yang dikerjakan oleh guru-guru di sekolah, seperti penyusunan rencana tahunan, semester, satuan pelajaran, dan lain-lain (micro curriculum). Yang dimaksud pengembangan kurikulum dalam bahasan ini mencakup keduanya, tergantung pada konteks pendekatan dan model pengembangan kurikulum itu sendiri. 
Pendekatan, lebih menekankan pada usaha dan penerapan langkah-langkah atau cara kerja dengan menerapkan suatu strategi dan beberapa metode yang tepat, yang dijalankan sesuai dengan langkah-langkah yang sistematik untuk memperoleh hasil kerja yang lebih baik. Kurikulum merupakan suatu perangkat pernyataan yang memberikan makna terhadap kurikulum sekolah, makna tersebut terjadi karena adanya penegasan hubungan antara unsur-unsur kurikulum, karena adanya petunjuk perkembangan, penggunaan dan evaluasi kurikulum. Caswell mengartikan pengembangan kurikulum sebagai alat untuk membantu guru dalam melakukan tugas mengerjakan bahan, menarik minat murid dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Jadi pendekatan pengembangan kurikulum adalah cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistematis untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik.

Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Dengan demikian, pendekatan pengembangan kurikulum menunjuk pada titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan kurikulum. Pendekatan-pendekatan yang digunakan, yakni:
1.      Pendekatan Subjek Akademik
Pada pendekatan subjek akademik menggunakan bidang studi atau mata pelajaran sebagai dasar organisasi kurikulum, misalnya matematika, sains, sejarah, geografi, atau IPA, IPS, dan sebagainya seperti yang lazim didapati dalam system pendidikan sekarang ini disemua sekolah dan perguruan tinggi.[1]
Hal yang diutamakan dalam pendekatan ini adalah penguasaan bahan dan proses dalam disiplin ilmu tertentu. Karena setiap ilmu pengetahuan memiliki sistematisasi tertentu dan berbeda dengan sistematisasi ilmu lainnya. Pengembagan kurikulum subyek akademik dilakukan dengan cara menetapkan terlebih dahulu mata pelajaran apa yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk (persiapan) pengembangan disiplin ilmu.
Dari pendekatan subjek akademik ini diharapkan agar peserta didik dapat menguasai semua pengetahuan yang ada di kurikulum tersebut. Karena kurikulum sangat mengutamakan pengetahuan maka pendidikan lebih bersifat intelektual. Kurikulum subjek akademik tidak berarti hanya menekankan pada materi yang disampaikan, dalam perkembangannya secara berangsur-angsur memperhatikan proses belajar yang dilakukan siswa. Proses belajar yang dipilih sangat bergantung pada hal apa yang terpenting dalam materi tersebut.
Sekurang-kurang ada tiga pendekatan dalam perkembangan Kurikulum Subjek Akademis:[2]
Pendekatan pertama, melanjutkan pendekatan struktur pengetahuan. Murid-murid belajar bagaimana memperoleh dan menguji fakta-fakta dan bukan sekadar mengingat-ingatnya.
Pendekatan kedua, adalah studi yang bersifat integrative. Pendekatan ini merupakan respons terhadap perkembangan masyarakat yang menuntut model-model pengetahuan yang lebih komprehensif-terpadu. Pelajaran tersusun atas satuan-satuan pelajaran, dalam satuan-satuan pelajaran tersebut batas-batas ilmu menjadi hilang. Pengorganisasian tema-tema pengajaran didasarkan atas fenomena-fenomena alam, proses kerja ilmiah dan problema-problema yang ada.
Pendekatan ketiga, adalah pendekatan yang dilaksanakan pada sekolah-sekolah fundamentalis. Mereka tetap mengajar berdasarkan mata-mata pelajaran dengan menekankan membaca, menulis, dan memecahkan masalah-masalah matematis. Pelajaran-pelajaran lain seperti ilmu kealaman, ilmu sosial, dan lain-lain dipelajari tanpa dihubungkan dengan kebutuhan praktis pemecehan masalah dalam kehidupan.
Dalam pendekatan pengembangan kurikulum ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:[3]
1.      Tujuan
Tujuan kurikulum subjek akademik adalah pemberian pengetahuan yang solid serta melatih para siswa menggunakan ide-ide dan proses “penelitian”. Para siswa harus belajar mengunakan pemikiran dan dapat mengontrol dorongan-dorongannya, sehingga diharapkan siswa mempunyai konsep dan cara yang terus dapat dikembangkan di masyarakat yang lebih luas.
2.      Metode
Metode yang banyak digunakan dalam pendekata subjek akademik adalah pendekatan metode ekspositori dan inkuiri. Ide-ide diberikan guru kemudian dielaborasi (dilaksanakan) siswa sampai mereka kuasai.Dalam materi disiplin ilmu yang diperoleh, dicari berbagai masalah penting, kemudian dirumuskan dan dicari cara pemecahannya.
3.      Organisasi isi
Ada beberapa pola organisasi isi (materi pelajaran) kurikulum subyek akademik. Pola-pola organisasi yang terpenting di antaranya:
  1. Correlated curriculum, adalah pola organisasi materi atau konsep yang dipelajari dalam suatu pelajari dalam suatu pelajaran dikorelasikan dengan pelajaran lainnya.
  2. Unified atau Concentrated, adalah pola organisasi bahan pelajaran tersusun dalam tema-tema pelajaran tertentu, yang mencakup materi dari berbagai pelajaran disiplin ilmu.
  3. Intregrated curriculum, kalau dalam unified masih tampak warna displin ilmunya, maka dalam pola yang integrated warna disiplin ilmu tersebut sudah tidak kelihatan lagi. Bahan ajar diintegrasikan dalam suatu persoalan, kegiatan atau segi kehidupan tertentu.
  4. Problem Solving curriculum, adalah pola organisasi isi yang beriisi topic pemecahan masalah social yang dihadapi dalam kehidupan dengan menggunakan pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh dari berbagai mata pelajaran atau disiplin ilmu.
  5. Evaluasi
Kurikulum subjek akademik menggunakan bentuk evaluasi yang bervariasi disesuaikan dengan tujuan dan sifat mata pelajaran. Dalam bidang studi humaniora lebih banyak digunakan bentuk uraian (essay test) dari tes objektif. Karena bidang studi ini membutuhkan jawaban yang merefleksikan logika, koherensi, dan integrasi secara menyeluruh.
a.      Konsep Kurikulum Subjek Akademis (Rasionalisasi)
Kurikulum rasionalisasi atau subjek akademik berisi tentang pengetahuan. Pengetahuan merupakan warisan budaya pada masa lampau dan akan tetap diwariskan kepada generasi yang akan datang. Pengetahuan tersebut berisi sejumlah mata pelajaran.
Peserta didik yang berada disekolah harus mempelajari semua mata pelajaran. Tujuannya adalah agar peserta didik menguasai pengetahuan. Dengan demikian, pendidikan lebih bersifat pengembang intelektual.
Kurikulum ini lebih menekankan isi (content). Kegiatan belajarnya lebih banyak diarahkan untuk menguasai isi sebanyak-banyaknya. Isi kurikulum diambil dari disiplin-disiplin ilmu yang telah direorganisasi sesuai dengan tujuan pendidikan.
Ditinjau dari kerangka dasar kurikulum, konsep kurikulum subjek akademis memiliki karakteristik tertentu, antara lain :
a.    Tujuan, yaitu mengembangkan kemampuan intelektual anak melalui penguasaan disiplin ilmu.
b.    Isi/materi, yaitu mengambil dari berbagai disiplin ilmu yang telah disusun oleh para ahli, kemudian direorganisasikan sesuai kebutuhan pendidikan.
c.    Metode, yakni menggunakan metode ekspositori, inkuiri-diskoveri dan pemecahan masalah.
d.   Evaluasi, yaitu menggunakan jenis dan bentuk evaluasi yang bervariasi, seperti formatif dan sumatif, tes dan nontes.

Konsep kurikulum ini mendapat kritikan tajam dari berbagai aliran pendidikan lainnya. Kritikan tersebut sekaligus menunjukan kelemahan dari konsep kurikulum ini, yakni :
a.    Konsep kurikulum ini terlalu menonjolkan domain kognitif akademis sehingga domain afektif, psikomotorik, social, esosional menjadi terabaikan.
b.    Konsep yang dikembangkan belu m tentu sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.
c.    Tidak semua peserta idik dapat memahami dan menggunakan metode ilmiah untuk mempelajari disiplin ilmu.
d.   Tidak semua anak akan menjadi ilmuawan profesioal.
e.    Guru tidak atau jarang terlibat dalam penelitian karena tidak menguasai metode ilmiah (scienitific method).
2.      Pendekatan Humanistik
Pada pendekatan humanistik berpusat pada siswa, jadi student centered, dan mengutamakan perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai bagian integral dari proses belajar. Menurut Somantrie dalam Abdullah Idi, bahwa pada pendekatan humanistik prioritasnya adalah pengalaman belajar yang diarahkan terhadap tanggapan minat, kebutuhan dan kemampuan anak.[4]
Permasalahan yang perlu disadari adalah bahwa materi bukanlah tujuan. Dengan demikian, keberhasilan pendidikan tidak semata-mata diukur dengan lancarnya proses transmisi nilai-nilai (dalam hal ini materi pelajaran yang terformat dalam kurikulum), melainkan lebih dari sekadar hal itu. Pendidikan humanistik menganggap materi pendidikan lebih merupakan sarana, yakni sarana untuk membentuk pematangan humanisasi peserta didik, jasmani dan ruhani secara gradual.[5]
Jadi dari hal tersebut dapatlah kita pahami bahwa pada pendekatan humanistik tujuan dari pendidikan itu bukan hanya pada nilai-nilai yang dapat dicapai pesera didik tapi lebih kepada pembentukan perubahan pada peserta didik, baik secara jasmani maupun ruhani. Selanjutnya siswa hendaknya diturut sertakan dalam penyelenggaraan kelas dan keputusan instruksional. Dan siswa hendaknya turut serta dalam pembuatan, pelaksanaan, dan pengawasan peraturan sekolah. Siswa hendaknya diperbolehkan memilih kegiatan belajar, dan siswa boleh membuktikan hasil belajarnya melalui berbagai macam karya atau kegiatan.
Pendidikan yang humanistik memandang manusia sebagai manusia, yakni makhluk hidup ciptaan Allah dengan fitrah-fitrah tertentu. Sebagai makhluk hidup, ia harus melangsungkan, mempertahankan, dan mengembangkan hidupnya. Sebagai pribadi, manusia juga sebagai makhluk social yang memilki hak-hak sosial dan harus menunaikan kewajiban-kewajiban sosialnya.
Dalam kurikulum humanistik, guru diharapkan dapat membangun hubungan emosional yang baik dengan peserta didiknya, untuk perkembangan individu peserta didik itu selanjutnya. Oleh karena itu, peran guru yang diharapkan adalah sebagai berikut:[6]
1.                   Mendengar pandangan realitas peserta didik secara komprehensif
2.                   Menghormati individu peserta didik, dan
3.                   Tampil alamiah, otentik, tidak dibuat-buat.
Tugas guru dalam kurikulum humanistik adalah menciptakan situasi yang permisif dan mendorong peserta didik untuk mencari dan mengembangkan pemecahan sendiri. Dan tujuan pengajaran adalah memperluas kesadaran diri sendiri dan mengurangi kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan. Dari sini jelaslah bahwa pendekatan pengembangan kurikulum humanistik ini mengaharapkan perkembangan diri siswa sehingga dapat menemukan kepribadiannya yang hidup ditengah-tengah masyarakat.
Pendekatan pengembangan kurkulum ini mempunyai beberapa ciri-ciri, yakni:
  1. Tujuan
Tujuan pendidikannya adalah oroses perkembangan pribadi yang dinamis yang diarahkan pada pertumbuhan, integritas, dan otonomi kepribadiaan, sikap yang sehat terhadap diri sendiri, orang lain, dan belajar. Semuanya itu merupakan bagian dan cita-cita perkembangan manusia yang teraktualisasi (self actualizing person). Seseorang yang telah mampu mengaktualisasikan diri adalah orang yang telah mencapai keseimbangan (harmoni) perkembangan seluruh aspek pribadinya baik aspek kognitif, estetika, maupun moral.
  1. Metode
Pengembangan kurikulum humanistik menuntut hubungan emosional yang baik antara guru dan siswa. Karenanya, menuntut kemampuan guru untuk memilih metode pembelajaran yang dapat menciptakan hubungan yang hangat antara guru dengan murid, antara murid dengan murid, dapat memberikan dorongan agar saling percaya. Dalam kegiatan pembelajaran guru tidak boleh memaksakan sesuatu yang tidak disenangi oleh peserta didik.
  1. Organisasi Isi
Kurikulum humanistik harus mampu memberikan pengalaman yang menyeluruh, bukan pengalaman yang terpenggal-penggal. Karenanya peran guru yang diharapkan adalah sebagai berikut:[7]
  1. Mendengarkan pandangan realitas peserta didik secara komprehensif
  2. Menghormati individu peserta didik, dan
  3. Tampil alamiah, otentik, tidak dibuat-buat.
  4. Evaluasi
Evaluasi kurikulum humanistik berbeda dengan evaluasi pada umumnya, yang lebih ditekankan pada hasil akhir atau produk. Sebaliknya, evaluasi kurikulum humanistik lebih menekankan pada proses yang dilakukan. Kurikulum ini melihat kegiatan sebagai sebuah manfaat untuk   peserta didik masa depan. Kelas yang baik akan menyediakan berbagai pengalaman untuk mambantu peserta didik menyadari potensi mereka dan orang lain, serta dapat mengembangkannya.
Pada kurikulum ini, guru diharapkan mengetahui respon peserta didik terhadap kegiatan mengajar. Guru juga diharapkan mengamati apa yang sudah dilakukannya, untuk melihat umpan balik setelah kegiatan belajar dilakukan.
Sebagai suatu hal yang alamiah, kurikulum humanistik memilki beberapa kelemahan, seperti:[8]
  1. Keterlibatan emosional tidak selamanya berdampak positif bagi perkembangan individual peserta didik
  2. Meskipun kurikulum ini sangat menekankan individu peserta didik, pada kenyataannya di setiap program terdapat keseragaman peserta didik
  3. Kurikulum ini kurang memerhatikan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan, dan
  4. Dalam kurikulum ini, prinsip-prinsip psikologis yang ada kurang terhubungkan.
a.      Konsep Kurikulum Humanistik (Aktualisasi Diri)
Kurikulum ini lebih mengutamakan perkembangan anak sebagai individu dalam segala aspek kepribadiannya. Anak merupakan satu kesatuan yang utuh. Tujuan pendidikan adalah untuk membina anak secara utuh, baik fisik, mental, intelektual, maupun aspek-aspek afektif lainnya, seperti sikap, minat, bakat, motivasi, emosi, perasaan, dan nilai.
Kurikulum humanistik bersifat child-centered yang menekankan ekspresi diri secara kreatif, individualitas, dan aktifitas pertumbuhan dari dalam, bebas paksaan dari luar.
Menurut Mc.Neil ciri-ciri kurikulum humanistic adalah :
a.    Partisipasi, artinya peserta didik terlibat secara aktif merundingkan apa yang akan dipelajari.
b.    Integrasi, artinya ada interpenetrasi dan integrasi antara pikiran, perasaan dan tindakan.
c.    Relevansi, artinya terdapat kesesuaian antara materi pelajaran dan kebutuhan pokok serta kehidupan anak ditinjau daari segi emosional dan intelektual.
d.   Diri anak, merupakan sasaran utama yang harus dipelajari agar anak dapat mengenal dirinya.
e.    Tujuan, yaitu mengembangkan diri anak sebagai suatu keseluruhan dalam masyarakat manusiawi.

Ditinjau dari kerangka dasar kurikulum, konsep dasar kurikulum juga mempunyai ciri tersendiri, antara lain :
a.    Tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan pribadi yang utuh dan dinamis agar memiliki integrasi tinggi dan sikap positif.
b.    Materi, yaitu menyediakan pengalaman yang berharga bagi setiap anak yang dapat membantu pertumbuahn dan perkembangannya pribadinya secara utuh.
c.    Proses, yaitu terbangunnya hubungan emosional yang kondusif antara guru dan siswa.
d.   Evaluasi, yaitu lebih mengutamakan proses daripada hasil, karena sifatnya subjektif baik dari guru maupun siswa.

Kurikulum humanistik memandang aktualisasi diri sebagai suatu kebutuhan yang mendasar. Tiap anak memiliki self masing-masing yang harus dibangkitkan dan dikemangkan, sekalipun sering tidak dikenali dan tidak disadari bahkan cenderung tersembunyi.
3.      Pendekatan Teknologis
Salah satu ciri gloalisasi adalah pesatnya arus informasi melalui berbagai alat teknologi seperti telepon, radio, televisi, teleconference sampai dengan satelit, dan internet. Kehadiran teknologi perlu di manfaatkan oleh dunia pendidikan dalam upaya pemerataan kesempatan, peningkatan mutu, relevansi dan efesiensi pendidikan.
Perspektif teknologi sebagai kurikulum ditekankan pada efektifitas program metode dan material untuk mencapai suatu manfaat dan keberhasilan. Teknologi memengaruhi kurikulum dalam dua cara, yaitu aplikasi dan teori. Aplikasi teknologi merupakan suatu rencana penggunaan beragam alat dan media, atau tahapan basis instruksi. Sebagai teori, teknologi digunakan dalam pengembangan dan evaluasi material kurikulum dan instruksional.[9]
Pandangan pertama menyatakan bahwa pemanfaatan teknologi lebih diarahkan pada bagaimana mengajarnya, bukan apa yang diajarkan. Sementara pandangan kedua menyatakan bahwa teknologi diarahkan pada penerapan tahapan instruksional.
Penerapan teknologi dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum adalah dalam dua bentuk, yaitu bentuk perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware). Penerapan teknologi perangkat keras dalam pendidikan dikenal sebagai teknologi alat (tools technology), sedangkan penerapan teknologi perangkat lunak disebut juga teknologi sistem (system technology).[16]
Teknologi pendidikan dalam arti teknologi alat, lebih menekankan kepada penggunaan alat-alat teknologi untuk menunjang efisiensi dan efektifitas pendidikan. Kurikulumnya berisikan rencana-rencana penggunaan berbagai alat dan media, juga model-model pengajaran yang banyak melibatkan penggunaan alat. Contoh-contoh model pengajaran tersebut adalah: pengajaran dengan bantuan film dan video, pengajaran berprogram, mesin pengajaran, pengajaran modul. Pengajaran dengan bantuan komputer, dan lain-lain.
Kurikulum yang dikembangkan dari konsep teknologi pendidikan memiliki beberapa ciri khusus, yaitu:[10]
  1. Tujuan
Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam bentuk perilaku. Tujuan-tujuan yang bersifat umum yaitu kompetensi dirinci menjadi tujuan-tujuan khusus, yang disebut objektif atau tujuan instruksional. Objektif ini menggambarkan perilaku, perbuatan atau kecakapan-ketrampilan yang dapat diamati.
  1. Metode
Metode merupakan kegiatan pembelajaran sering dipandang sebagai proses mereaksi terhadap perangsang-perangsang yang diberikan dan apabila terjadi respons yang diharapkan maka respons tersebut diperkuat.
  1. Organisasi bahan ajar
Bahan ajar dan isi kurikulum banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu sedemikian rupa sehingga mendukung penguasaan sesuatu kompetensi. Bahan ajar atau kompetensi yang luas/besar dirinci menjadi bagian-bagian atau subkompetensi yang lebih kecil, yang menggambarkan objektif. Urutan dari objektif-objektif ini pada dasarnya menjadi inti organisasi bahan.
  1. Evaluasi
Kegiatan evaluasi dilakukan pada setiap saat, pada akhir suatu pelajaran, suatu unit atau semester. Fungsi evaluasi ini bermacam-macam, sebagai umpan balik bagi siswa dalam penyempurnaan penguasaan suatu satuan pelajaran (evaluasi formatif), umpan balik bagi siswa pada akhir suatu program atau semester (evaluasi sumatif). Juga dapat menjadi umpan balik bagi guru dan pengembang kurikulum untuk penyempurnaan kurikulum. Tes evaluasi yang biasa dilakukan adalah tes objektif.
a.      Konsep Kurikulum Teknologis
Konsep kurikulum teknologis dapat berbentuk aplikasi teknologi pendidikan dan dapat juga berbentuk penggunaan perangkat keras dan lunak dalam pendidikan. Prosedur pembelajaran didasarkan pada psikologi behaviourisme dan teori stimulus-respon. Artinya, tujuan yang dirumuskan harus berbentuk perilaku yang dapat diukur dan diamati serta diarahkan untuk menguasai sejumlah kompetensi.
Perkembangan teknologi pada abad ini sangatlah pesat. Perkembangan teknologi tersebut mempengaruhi semua bidang, termasuk bidang pendidikan. Sejak dulu pendidikan telah menggunakan teknologi, seperti papan tulis, kapur, dan lain-lain. Namun, sekarang seiring dengan kemajuan teknologi banyak alat (tool) seperti audio,video, overhead projector, film slide, dan motion film, serta banyak alat-alat lainnya.
Penerapan teknologi dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum dibagi dalam dua bentuk, yaitu:
a.    Perangkat lunak (software) atau disebut juga teknologi sistem (system technology). Pada bentuk ini, lebih menekankan kepada penggunaan alat-alat teknologis yang menunjang efisiensi dan efektivitas pendidikan.
b.    Perangkat keras (hardware) atau sering disebut juga teknologi alat (tools technology). Pada bentuk ini, lebih menekankan kepada penyusuna program pengajaran atau rencana pelajaran dengan menggunakan pendekatan sistem.

Ciri-ciri kurikulum yang dikembangkan dari konsep teknologis pendidikan (kurikulum teknologis), yaitu:
a.    Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam bentuk perilaku. Tujuan-tujuan yang bersifat umum yaitu kompetensi dirinci menjadi tujuan-tujuan khusus, yang disebut objektif atau tujuan instruksional.
b.    Metode yang digunakan biasanya bersifat individual, kemudian pada saat tertentu ada tugas-tugas yang harus dikerjakan secara kelompok. Pelaksanaan pengajaran mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.
-       Penegasan tujuan kepada siswa.
-       Pelaksanaan pengajaran
-       Pengetahuan tentang hasil
-       Organisasi bahan ajar
-       Evaluasi

Pengembangan kurikulum teknologis berpegang pada beberapa kriteria, yaitu:
a.    Prosedur pengembagan kurikulum dinilai dan disempurnakan oleh pengembang kurikulum yang lain.
b.    Hasil pengembangan terutama yang berbentuk model adalah yang bisa diuji coba ulang, dan hendaknya memberikan hasil yang sama.

Inti dari pengembangan kurikulum teknologis adalah penekanan pada kompetensi. Pengembangan dan penggunaan alat dan media pengajaran bukan hanya sebagai alat bantu tetapi bersatu dengan program pengajaran dan ditujukan pada penguasaan kompetensi. Dalam pengembangan kurikulum teknologis kerjasama dengan para penyusun program dan penerbit media elektronik serta media cetak. Pengembangan pengajaran yang betul-betul berstruktur dan bersatu dengan alat dan media membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Ini merupakan hambatan utama dalam pengembangan kurikulum teknologis.
Sebagaimana konsep kurikulum yang lain, konsep kurikulum teknologis juga mempunyai kelemahan, antara lain sulit menyampaikan bahan pelajaran yang bersifat kompleks atau materi pelajaran yang membutuhkan tingkat berfikir tinggi, sulit mengembangkan domain afektif, sulit melayani kebutuhan siswa secara perseorangan (bakat, sikap, minat) dan siswa cepat bosan.
4.      Pendekatan Rekonstruksionisme
Pendekatan ini disebut Rekonstuksi sosial. Kurikulum rekonstruksi sosial sangat memperhatikan hubungan kurikulum dengan sosial masyarakat dan politik perkembangan ekonomi. Banyak prinsip kelompok ini yang konsisten dengan cita-cita tertinggi, contohnya masalah hak asasi kaum minoritas, keyakinan dalam intelektual masyarakat umumnya, dan kemampuan menentukan nasib sendiri sesuai arahan yang mereka inginkan.
Pengajaran kurikulum rekonstruksi sosial banyak dilaksanakan di daerah-daerah yang tergolong belum maju dan tingkat ekonominya juga belum tinggi. Pelaksanaan pengajaran ini diarahkan untuk meningkatkan kondisi kehidupan mereka. Sesuai dengan potensi yang ada dalam masyarakat, sekolah mempelajari potensi-potensi tersebut, dengan bantuan biaya dari pemerintah sekolah berusaha mengembangna potensi tersebut. Di daerah pertanian misalnya maka sekolah harus mengembangkan bidang pertanian, sementara kalau daerah industry maka yang harus dikembangkan oleh sekolah adalah bidang industri. Sehingga kurikulum tersebut dapat memenuhi kebutuhan masyarakatdaerah tersebut.
Kurikulum rekonstruksi sosial bertujuan untuk menghadapka peserta didik pada berbagai permasalahan manusia dan kemanusian. Para pendukung kurikulum ini yakin, bahwa permasalahan yang muncul tidak harus diperhatikan oleh “pengetahuan sosial” saja, tetapi oleh setiap disiplin ilmu.
Kegiatan yang dilakukan dalam kurikulum rekonstruksi sosial antara lain melibatkan:[11]
  1. Survei kritis terhadap suatu masyarakat
  2. Studi yang melibatkan hubungan antara ekonomi lokal dengan ekonomi nasional atau internasional
  3. Studi pengaruh sejarah dan kencenderungan situasi ekonomi lokal
  4. Uji coba kaitan praktik politik dengan perekonomian
  5. Berbagai pertimbangan perubahan politik, dan
  6. Pembatasan kebutuhan masyarakat pada umumnya.
Dari pemikiran diatas, maka penyusunan dan pengembangan kurikulum harus bertitik tolak dari problem yang dihadapi dalam masyarakat. Pendekatan kurikulum rekonstrksi sosial ini selain menekan pada isi pembelajaran, sekaligus juga menekankan pada proses pendidikan dari pengalaman belajar. Ini dikarenakan, pendekatan rekonstruksi sosial berasumsi bahwa, manusia adalah makhluk sosial yang sepanjang kehidupannya membutuhkan orang lain, selalu bersama, berinteraksi dan bekerjasama.
Dari pendekatan kurikulum rekonstruksi sosial ini, nantinya diharapkan peserta didik mempunyai tanggung jawab dalam masyarakatnya guna membantu pemerintah dalam perbaikan-perbaikan dalam masyarakatnya yang lebih baik lagi kedepannya.
Adapun pendekatan kurikulum rekonstruksi sosial ini mempunyai ciri-ciri berkenaan dengan:
  1. Tujuan
Tujuan utama kurikulum rekonstruksi sosial adalah menghadapkan para peserta didik pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan atau gangguan-gangguan yang dihadapi manusia. Karena itu, tujuan program pendidikan setiap tahun berubah. Tantangan-tantangan tersebut merupakan bidang garapan selain bidang studi agama, juga perlu didekati dari bidang-bidang lain seperti ekonomi, sosiologi, ilmu pengetahuan alam, estetika, matematika dan lain-lain.
  1. Metode
Tugas guru dalam kegiatan pembelajaran dalam kurikulum rekonstruksi sosial, yaitu: berusaha mencari keselarasan antara tujuan-tujuan nasional dengan tujuan peserta didik. Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran guru harus dapat membantu para peserta didik untuk menemukan minat dan kebutuhannya.
Kegiatan pembelajaran yang dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan dalam persoalan-persoalan tersebut di atas dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode antara lain: (1) mengadakan survei kritis kepada masyarakat; (2) mengadakan studi banding ekonomi lokal dan nasional; (3) mengevaluasi semua rencana dengan criteria, apakah telah memenuhi kepentingan sebagian besar orang.
  1. Organisasi Isi
Pola organisasi isi kurikulum rekonstruksi sosial disusun seperti roda. Ditengah-tengahnya sebagai poros dipilih sesuatu masalah yang menjadi tema utama dan dibahas secara pleno. Tema-tema tersebut dijabarkan ke dalam sejumlah topik yang dibahas dalam diskusi kelompok, latihan-latihan, kunjungan dan lain-lain. Topik-topik dengan berbagai kelompok ini merupakan jari-jari. Semua kegiatan jari-jari tersebut dirangkum menjadi satu kesatuan sebagai bingkai atau velk.
  1. Evaluasi
Dalam kegiatan evaluasi para peserta didik dilibatkan. Keterlibatan para peserta didik terutama dalam memilih, menyusun, dan menilai bahan yang akan diujikan. Soal-soal yang akan diujikan terlebih dahulu diuji untuk menilai ketepatan maupun keluasan isinya. Selain itu juga untuk menilai keampuhannya dalam menilai pencapaian tujuan-tujuan pembangunan kehidupan keberagaman masyarakat yang sifatnya kualitatif.
a.      Konsep Kurikulum Rekontruksi Sosial
Kurikulum ini bersumber dari aliran pendidikan intraksional yang menekankan interaksi dan kerja sama antara siswa, guru, kepala sekolah, orang tua dan masyarakat. Menurut pemahaman kurikulum rekontruksi sosial bahwa kepentingan sosial harus diletakkan diatas kepentingan pribadi atau golongan. Asumsinya adalah perubahan sosial merupakan tangguang jawab masyarakat dan masih ada kesenjangan antara kurikulum dengan masyarakat.
Tujuan utama kurikulum ini adalah mengembangkan kemampuan siswa untuk menghadapi masalah-masalah yang ada dalam masyarakat. Menurut S. Nasution (1991), konsep kurikulum ini memiliki dua kelompok, yaitu "bersifat adaptif dan reformatories". Adaptif dimaksudkan agar individu dapat menyesuaikan diri dalam menghadapi segala macam bentuk perubahan. Ia harus kuat fisik dan mental dalam mempertahankan dinamika hidupnya, sedangkan kelompok reformis menginginkan agar individu tidak hanya mampu menghadapi masalah-masalah yang akan datang, tetapi harus turut aktif dalam mengadakan perubahan yang diinginkan.














DAFTAR PUSTAKA
[1] S. Nasution, Kurikulum dan Pengajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 43.
[2] Nana Syaodih sukmadinata, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek (Bandung: PT.  Remaja Rosdakarya, 2004), h. 83-84.
[3] Ibid, h. 84-85.
[4] Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik ( Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 225.
[5] Baharuddin & Makin, Pendidikan Humanistik:Konsep, Teori, dan Aplikasi Praktis dalam Dunia Pendidikan (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), h. 192.
[6]  Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), h. 144.
[7] Ibid., hlm. 144
[8] Ibid., hlm. 145
[9] Ibid, h. 148
[10] Nana Syaodih sukmadinata, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 97-98
[11] Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya), 2008, h. 146.
[12] S. Nasution, Kurikulum dan Pengajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm. 50
[13] Ibid., hlm. 43.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar