Selasa, 01 Desember 2015

DESAIN KURIKULUM



DESAIN KURIKULUM

A.    Pengertian Disain Kurikulum
   Konsep dari desain kurikulum berfokus pada cara kurikulum tersebut dibentuk, terutama penyusunan yang aktual dari bagian rencana kurikulum. Istilah disain kurikulum (beberapa menyebutnya organisasi kurikulum) menunjuk pada penyusunan bagian-bagian kurikulum kedalam pokok persoalan yang sesungguhnya. Yang pemilihan desainnya dipengaruhi oleh pendekatan kurikulumnya dan orientasi folosofi.
Bagian ini terkadang disebut komponen elemen. Yang termasuk disain kurikulum adalah:
1.      Tujuan
2.      Pokok permasalahan.
3.      Pembelajaran pengalaman.
4.      Penilaian pendekatan.
 Inti dari komponen yang diorganisasikan dalam rencana kurikulum merupakan pengertian kurikulum disain. Meskipun kebanyakan rencana kurikulum didalamnya terdapat empat elemen diatas, kebanyakan dari rencana kurikulum tersebut tidak memiliki bobot yang sama.
1.      Menurut Longstreet (1993)
Desain kurikulum ini merupakan desain kurikulum yang berpusat pada pengetahuan (the knowledge centered design) yang dirancang berdasarkan struktur disiplin ilmu, oleh karena itu model desain ini dinamakan juga model kurikulum subjek akademis yang penekanannya diarahkan untuk pengembangan itelektual siswa.
2.      Menurut McNeil (1990)
Desain kurikulum ini berfungsi untuk mengembangkan proses kognitif atau pengembangan kemampuan berfikir siswa melalui latihan menggunakan gagasan dan melakukan proses penelitian ilmiah. 
Dari pendapat diatas dapat disimpulan kurikulum merupakan mengembangkan proses kognitif atau pengembangan kemampuan berfikir untuk pengembangan itelektual siswa.

B.     Tujuan Desain Kurikulum
Tujuan pendidikan menjadi focus dan sasaran utama semua kegiatan pendidikan, termasuk penyusunan kurikulum. Dalam penyusunan kurikulum, tujuan pendidikan yang masih bersifat umum, yaitu tujuan nasional atau tujuan institusional dijabarkan kepada tujuan-tujuan yang lebih khusus atau tujuan kurikuler (goal), dan kemudian dijabarkan lagi kepada tujuan-tujuan khusus atau tujuan instruluksional (objective). Tujuan umum menggambarkan nilai-nilai, kebutuhan dan harapan dari masyarakat. Rumusan tujuan ini masih umum, relatif abstrak perlu dijabarkan dan dirumuskan dalam tujuan yang lebih khusus, lebih kongrit dan spesifik yang menggambarkan prilaku atau kecakapan khusus yaitu tujuan instruksional.
               Pendidikan berpungsi membantu pengembangan pribadi siswa secara utuh, secara menyeluruh, seluruh kemampuan dan karateristik pribadi. Untuk mempermudah pemahaman dan penggambaran, para ahli mencoba, mengadakan pengelompokkan kemampuan dan karateristik tersebut kedalam domain-domain. Dalam kaitan rumusan tujuan pengajaran Bloom dan kawan-kawan, membaginya atas tiga domain, yaitu; kognitif, afektif dan psyikomotori. Domain kognitif berkenan dengan kemampuan dan kecakapan –kecakapan intelektual afektif dengan kemampuan dan penguaasaan segi-segi emosional, sikap dan nilai, sedang domain psyikomotor dengan keterampilan-keterampilan.
              Setiap domain memiliki tahapan-tahapan tertentu, Bloom dkk (1964) membagi domain kognitif atas 6 tahap, mulai dari yang rendah: knowledge, comprehension, application, analysis, synthesis, dan evaluation. Krsthwohl dkk (1964) membagi domain afektif atas: receiving (attending), responding, valuing, organization, characterization of a value complex, sedangkan untuk domain psikomotor, Anita Harrow (1972) membagi atas: reflex movements, basic-fundamental movements, perceptual abilities, physical abilities, skilled movements, nondiscursive communication.
                Anderson dan Krathwohl ( 2001 ) mengadakan penyempurnaan tentang tahapan-tahap kognitif. Mereka menambah segi kretivitas sebagai puncak tahapan kognitif. Tahap-tahap kognitif menurut Anderson dan Karthwol selengkapnya adalah sebagai berikut: knowledge, comprehension, application, analyisis , evaluation, and creativity. Tiap lembaga pendidikan tidak selalu memiliki bobot yang sama tentang ketiga domain tersebut. Lembaga pendidikan keilmuan mungkin bobot untuk domain kognitif lebih besar, sedangkan lembaga pendidikan keterampilan bobot untuk domain psyikomotor lebih besar.

C.    Komponen Disain
  Disain kurikulum diperhatikan berdasarkan inti dan penyusunan empat elemen dasar kurikulum. Empat dasar tersebut berasal dari H. Giles dalam “The eight-year study”. Dia menggunakan komponen-komponen tersebut untuk menunjukkan hubungan dan bagian dari pembelajaran pengalaman.
Empat komponen desain tersebut memberikan pembuat kurikulum empat pertanyaan:
1.      Apa yang harus  diselesaikan?
2.      Apa pokok permasalahan yang harus diikut sertakan?
3.      Apa strategi, sumber dan aktivitas yang akan dilakukan?
4.      Dan apa metode dan intrumen yang akan digunakan untuk menilai hasil kurikulum?
Menurut Giles, empat komponen saling berhubungan keputusan yang dibuat tentang komponen satu bergantung pada keputusan yang dibuat tentang komponen lainnya.
Sedangkan menurut Tyler  mengungkapkan kunci dari elemen kurikulum. Disain kurikulum melihatkan beragam filosofi  atau teori. Teori seseorang akan berdampak pada penafsiran dan pemilihan tujuan, mempengaruhi isi yang dipilih dan bagaimana dia mengaturnya, mempengaruhi keputusan tentang bagaimana mengajar/menyampaikan isi kurikulum, dan memandu putusannya tentang bagaimana untuk mengevaluasi keberhasilan dari perkembangan kurikulum.
Hilda Taba mengungkapkan bahwa kebanyakan disain kurikulum berisi komponen Giles, tapi itu terdapat banyak kekurang seimbangan karena elemen-elemen tersebut tidak berdasarkan pada hubungan teori yang rasional.
Disain kurikulum harus mengklarifikasi filosofi dan sudut pandang sosialnya dan individu pembelajaran atau yang sering disebut sumber kurikulum. Untuk mengetahui pengaruh disain kurikulum harus memberikan perhatian sehingga sumber kurikulumakan berpengaruh  pada pendidikan. Cara perencana kurikulum merespon dalam pertanyaan:” apa sumber-sumber ide pendidikan?”akan berdampak pada pandangannya terhadap KD. Taba mengungkapkan bahwa besar jarak diantara teori dan praktek dapat disebabkan berdasarkan kekurangan alasan.
Ronald Doll mendeskripsikan empat sumber ide disain kurikulum: 1) ilmu pengetahuan, 2)sosial, 3)kebenaran yang abadi, 4)hal yang bersifat dengan ketuhanan. Sumber ini mirip dengan sumber kurikulum yang diidentifikasikan oleh Deweyand Bode dan dipopulerkan oleh Tyler yaitu :
1.      Pengetahuan sebagai sumber
 ode ilmiah untuk mengetahui kebenaran, mereka memilih dan menyusunnya dalam elemen kurikulum yang dapat diobservasi dan diukur
2.      Sosial (kemasyarakatan) sebagai sumber.
Desainer kurikulum menyatakan sosial sebagai sumber kurikulum yang terpercaya karena sekolah adalah agen sosial
3.      Pembelajaran sebagai sumber.
Beberapa orang percaya bahwa kurikulum harus didapat dari apa yang kita ketahui sebagai pelajar. Bagaimana dia belajar, tingkah laku, ketertarikan, dan nilai. Kemajuan kurikulum dan pendidik menyadari bahwa pelajar adalah sumber belajar.

D.    Pertimbangan Dimensi Desain.
Disain kurikulum  adalah statmen yang menerangkan bahwa relasi (hubungan) merupakan komponen/elemen sebuah kurikulum. Pembuat kurikulum, ketika mempertimbangkan desain harus melihatnya dari dimensi yang beragam:
1.      Skop (jangkauan)
Ketika mempertimbangkan disain kurikulum, pendidik harus menetapkan luas dan dalamnya isi kurikulum, Hal ini disebut skop (jangkauan). Galen Sailor mendefenisikan skop sebagai: luas, macam/jenis, dan tipe pengalaman pendidikan yang disediakan pelajar sebagai peningkatan mereka melalui program sekolah.
2.      Integrasi.
Tantangan utama dalam membuat skop adalah mengintegrasi banyak pembelajaran. Idealnya  pendisain kurikulum menyadari bahwa pembelajaran lebih efektif ketika isinya saling berkaitan satu dengan lainnya.
3.      Kesinambungan.
Ketika mempertimbangkan kesinambungan, pembuat kurikulum ditantang untuk bersepakat/bertransaksi secara efektif dengan elemen kurikulum, jadi kurikulum membantu perkembangan komulatif dan pembelajaran yang berkelanjutan.

4.      Keberlanjutan.
Keberlanjutan berhubungan dengan manipulasi vertikal atau repetisi komponen kurikulum. Keberlanjutan sangat jelas menurut Bruner dalam “Kurikulum Spiral”. Bruner menyatakan bahwa kurikulum harus diatur berdasarkan hubungan atau struktur ide dasar “mereka harus dikembangkan dan dikembangkan ulang dalam gaya yang spiral”.
5.      Artikulasi dan Keseimbangan.
Artikulasi merupakan hubungan dari aspek kurikulum yang beragam hubungannya dapat berupa vertikal (melukiskan hubungan aspek tertentu dalam rangkaian kurikulum) dan horizontal (artikulasi yang berhubungan dengan tempat).
Keseimbangan kurikulum merupakan kesempatan siswa untuk menguasai pengetahuan dan untuk memanfaatkannya dengan cara menghargai tujuan perorangan, sosial, dan tujuan intelektual. Karena kurikulum dapat dilihat dari referensi yang berbeda komponen kurikulum yang akan diseimbangi akan mendapatkan bentuk dan dimensi yang berbeda.

E.     Wakil Komponen Disain.
Komponen kurikulum dapat diorganisasikan dalam cara yang beragam. Akan tetapi semua KD di modifikasi dan/atau integrasi dari tiga tipe disain dasar.
1.      Desain yang terpusat pada subjek
Desain yang berpusat pada subjek adalah KD yang paling populer dan sering digunakan . hal ini dikarenakan pengetahuan dan konten diterima dengan baik sebagai bagian integral kurikulum. Sekolah-sekolah memiliki sejarah yang kuat dari akademik rasionalisme.

a.     Subjek Desain (SD).
Subjek desain adalah sekolah disain tertua dan memiliki guru dan “lay people” yang terkenal. SD juga dikenal karena gurui dan lay people biasanya dididik dan/atau dilatih disekolah yang mempekerjakannya. SD juga populer karena sesuai dengan teksbook dan cara guru dilatih sebagai spesialis suatu subjek. Desain ini berdasarkan atas kepercayaan, tentang apa yang membuat manusia unik dan khusus adalah intelektual mereka.
Hendri Morrison menyatakan bahwa “bahan-bahan kurikulum subjek didapatkan dari kesusastraan individu dan kemampuan tersebut harus menjadi fokus dari kurikulum dasar” dan “merasakan bahwa sebuah desain dapat membuat siswa di sekolah nonformal dapat mengembangkan ketertarikan dan kompetensi subjrk disuatu area.
Rober Hutching (1930-an), mengindikasikan subjek-subjek yang akan menjadi bagian komponen disain: bahasa dan penggunaanya (membaca,menulis,berbicara,literatur), matematika,sains,sejarah,bahasa asing.
Untuk edukator teori, setiap  subjek yang terpisah mewakili sebuah spesialisasi dan bagian yang unik dari konten. Organisasi konten kurikulum juga berasumsi bahwa subjek dasar diatur dalam : dasar kronologis, prasyarat pembelajaran, penguasaan/keunggulan dalam suatu bagian, pembelajaran deduktif.
Pendukung desain juga mengatakan bahwa keuntungan terbaik dari desain ini adalah memperkenalkan siswa kepada pengetahuan sosial yang penting. Desain ini juga mudah disampaikan karena buku-buku pelengkap dan penunjang materi mudah tersedia.
b.    Disiplin Desain (DD).
Disiplin Desain muncul pada zaman perang dunia ke-II. Popularitasnya memudar semenjak protes siswa-siswa (1970-an) tapi disiplin desain masih tetap ditampilkan dibanyak organisasi kurikulum disekolah dasar dan sekolah sekunder terutama di kampus-kampus dan universitas-universitas.
Seperti desain subjek-terpisah, dasar Disiplin desain adalah konten organisasi akan tetapi mengingat subjek disain tidak membuat dasar fundamental menjadi jelas, orientasi disiplin desain menetapkan fokusnya pada disiplin akademik.
King dan Brownell menganjurkan desain ini mengindikasikan bahwa disiplin adalah pengetahuan khusus yang memiliki karakteristik dasar berikut: komunikasi perorangan, expresi imajinasi seseorang, wewenang, tradisi, mode penyelidikan publik, struktur konseptual, spesialisasi bahasa, warisan kesusastraan, jaringan komunikasi, pendirian yang berharga dan mempengaruhi, komunitas yang instruktif.perbedaan penting antara Disiplin Disain dengan masalah subjek desain, dalam Disiplin Desain siswa mengalami pendisiplinan, jadi mereka dapat memahami sementara di Subjek Disain pelajar diingatkan untuk belajar jika hanya  mendapatkan pengetahuan dan informasi. Menurut Bruner, pembelajaran terjadi ketika pelajar menyadari ide dan prinsip dasar dan hubungan timbal balik dari ide-ide ini dan juga manfaat mereka dalam banyak situasi.
c.  Desain  yang Luas (DL).
Desain yang luas mengizinkan penggabungan dua atau lebihsubjek yang saling berhubungan menjadi satu studi yang luas (sebuah KD) yang menyimpang dari pada subjek tradisional.
Tahun 1930-an dan 1940-an, Desain yang luas merupakan bagian dari pergerakkan untuk pembelajaran yang terintegrasi. Desain yang luas populer karena disain yang luas menghilangkan batasan-batasan subjek dengan membuat informasi menjadi berarti untuk pelajar. Desain yang luas juga memperolehkan guru untuk lebih fleksibel dalam memilih konten tapi, disain yang luas populer karena disain yang luas memungkinkan pelajar untuk melihat hubungan diantara subjek kurikulum yang beragam.
d.          Desain Korelasi (DK).
Desain korelasi merupak.an desain yang digunakan oleh seseorang yang tidak ingin pergi sejauh pembuatan desain yang luas, tapi seseorang yang menyadari bahwa ada waktu ketika subjek terpisah memerlukan beberapa hubungan untuk mengurangi pemisahan konten kurikulum.
Desain Korelasi adalah usaha untuk menghapuskan isolasi dan pemisahansubjek-subjek tanpa memeriksa subjek kurikulum. Contoh guru sain berkeinginan untuk berkolaborasi dengan guru sosial dengan meminta siswa untuk meminta siswa membuat peper tentang sejarah teori-teori sains
2.      Desain yang terpusat pada pelajar.
Respon kepada perencana pendidikan yang mempertimbangkan pembuatan kurikulum berdasarkan nilai harus menegaskan masalah subjek. Dan pada abad ini pendidik menyatakan bahwa pelajar adalah bagian terpenting :

a.       Desain yang terpusat pada anak-anak (DAA)
Ketika desain yang terpusat pada pelajar mendapatkan kedudukan dalam pendidikan, advokatnya bersikeras bahwa sebenarnya semua aktivitas pembelajaran sekolah harus berfokus pada kebutuhan dan ketertarikan anak-anak.
Rousseau mengatakan bahwa sebagai anak-anak yang mendekati masa remaja “banyak skill dan bimbingan yang diperlukan untuk membimbing mereka kearah studi teori”. Guru-guru menyediakan kesempatan kepada pelajar untuk mengobservasi alam dan belajar dengan cara sendiri. Heindrik Pestalozzi dan Friedrich Froebel membantah bahwa anak-anak akan mencapai “diri yang nyata” melalui partisipasi sosial. Pasker percaya bahwa metode intruksi harus disusun berdasarkan cara alami anak-anak belajar.
Willian kilpatrick mengkombinasikan 4 langkah metodelogi yang sebenarnya merupakan langkah-langkah kelakuan: menentukan maksud, merencanakan, melaksanakan, menilai (dengan rancangan yang dianggap penting dari ruang kelas sampain komunitas). Ide bahwa solusi sebuah masalah membutuhkan penggunaan metode dan materi-materi dari beragam subjek melekat pada fokus anak-anak dan kurikulum yang berfokus pada pengalaman.
b.      Desain yang terpusat pada pengalaman (DP).
DP mirip dengan DAA yang menggunakan perhatian/kepentingan anak-anak sebagai dasar untuk mengatur dunia sekolah anak-anak. Perbedaan dengan DAA adalah ketertarikan dan kebutuhan anak-anak tidak dapat diantisipasi, oleh karena itu kerangka kurikulum tidak dapat direncanakan untuk semua anak-anak.
Dewey mengatakan bahwa ketertarikan telah disamakan dengan gambaran yang menjadi pilihan anak-anak, pendidik perlu berhati-hati bahwa ketertarikan anak-anak cendrung tidak kekal atau hanya kebetulan. Guru-guru bertanggungjawab untuk mengidentivikasi dan mengolah ketertarikan anak-anak.
c.       Desain Romantis/radikal (DR).
Deasin romantis zaman sekarang menghadirkan kasus yang di dalamnya terdapat kurikulum yang tidak dapat berkembang sebelum siswa masuk kekelas dan sebelum kebutuhan dan ketertarikan mereka diakses.
Paul goodman menentang bahwa, ketika pendidik mencoba untuk mempengaruhi pertumbuhan anak-anak berdasarkan perkiraan kurikulum dengan metode artikulasi. Kelemahan utama desain yang terpusat pada pelajar, terutama desain romantis/radikal berdasarkan kritik-kritik. Kurikulum yang berdasarkan kebutuhan dan keinginan anak-anak tidak cukup dapat untuk menyiapkan kehidupan anak-anak. Pelajar tidak memiliki pengalaman  penting untuk dapat memahami kebutuhan kehidupan didunia.
d.      Desain Kemanusiaan (DM).
Carl Rogers berasumsi bahwamasyarakat dapat meningkatkan pembelajaran pimpinan-diri dengan menilai diri sendiri untuk meningkatkan pengertian. Diri, untuk belajar konsep diri dan sikap-sikap dasar untuk memandu tingkah laku mereka. Tugas pendidik, untuk mengatur lingkungan pendidikan seperti kelakuan, empati, dan menghormati diri sendiri dan orang lain.
Pelajar ditantang untuk bertanggungjawab dan menghargai pilihan mereka dan membuat mereka merasa nyaman mengetahui bahwa mereka mampu membuat pilihan.
3.      Desain yang terpusat pada Masalah .
Desain yang terpusat pada masalah di organisasikan untuk menguatkan budaya tradisi dan juga untuk menunjukkan komunitas-komunitas dan kebutuhan-kebutuhan sosial yang belum ditemui. Kurikulum diorganisasikan dengan disain ini tergantung kepada seberapa besar inti masalah  yang harus dipelajari konten-konten yang dipilih harus relevan terhadap masalah yang sedang diperhatikan. Untuk alasan ini konten sering melampaui batas konten juga harus didasari kepada batas utama terhadap kebutuhan-kebutuhan, perhatian-perhatian, dan kemampuan-kemampuan pelajar.
a.       Desain situasi-kehidupan (DSK).
Pada abad ke-19 desain situasi-kehidupan yang diusulkan oleh florence Stratemayer pada tahun-tahun awal setelah perang dunia II didasarkan atas prinsip yang diperoleh dari sebuah studi. Stratemayer menyimpulkan bahwa pelajar akan mengetahui pembelajaran sekolah lebih berarti dan dapat diterapkan secara langsung dalam kehidupan.
Stratemayer  percaya bahwa kebutuhan anak-anak juga menyediakan dasar untuk menentukan kurikulum. Pembuat kurikulum yang baik harus membedakan antara  yang tidak berguna dan yang berguna dalam mengembangkan generalisasi yang berarti. Ini dipertimbangkan dengan baik-baik untuk pembelajaran masalah didasarkan pada perhatian/fokus anak-anak bukan pada kebutuhan orang dewasa. Dalam hal ini desain yang diusulkan Stratermayer terfokus pada anak-anak.
b.      Desain Inti (DI).
Disain Inti disebut juga  fungsi inti sosial yang direncanakan baik-baik . disain inti terpusat padapendidikan general dan didasarkan pada masalah-masalah yang muncul  dari aktivitas manusia. Disaian Inti didasarkan pada tradisi perkembangan pendidikan. Disain inti lebih baik dari pada desain yang terpusat pada pelajar.
Desain ini biasanya diajarkan dalam format “blok” untuk dua atau lebih periode normal untuk mengajar komponen inti yang dijadwalkan bersama. Meskipun konten merupakan bagian dari desain ini kebutuhan-kebutuhan, masalah-masalahdan perhatian-perhatian yang muncul dari pelajar merupakan fokus utama. Fokus masalah berlangsung dengan cara berbeda setiap kelas.
c.       Masalah Sosial dan Rekontruksi desain (MSR).
Statemayer  telah menentang bahwa ketertarikan anak-anak harus dipandu oleh konten kurikulum dan pengalaman.
Perhatian dari masalah sosial dan rekontruksi disain adalah respon dari depresi yang mendalam. Rekontruksi yang terlalu banyak diakibatkan karena masalah-masalah berbohong kepada sekolah begitu juga solusinya.
Masalah sosial dan rekontruksi memiliki maksud dasar untuk mengingat pelajar dalam menganalisa banyak masalah untuk menghadapi berbagai jenis manusia. Bagaimanapun konten dan tujuan diputuskan oleh orang-orang yang membuat kurikulum.
F.     Isi
              Isi kurikulum ini bisa berupa pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, dalil, teori), bisa juga berupa kemampuan (keterampilan, kecakapan, kompetensi), atau gabungan antara keduanya. Pada lembaga pendidikan yang bersifat keilmuan, isi kurikulum sebagian besar atau bahkan hampir seluruh pengetahuannya sedangkan pada lembaga pendidikan professional atau lembaga pelatihan sebagian besar bentuknya kemampuan. Isi kurikulum disusun atau diorganisasikan dengan cara-cara tertentu.

          Ada beberapa pendekatan dalam pengorganisasian isi kurikulum:
      1.     Pendekatan mata pelajaran (Subject area atau Discipline approach).
               Isi kurikulum tersusun dalam mata pelajaran berdasarkan disiplin ilmu, seperti:
Matematika, Fisika, Biologi, Sosiologi.
      2.      Pendekatan fusi (fused curriculum approach)
               Penyatuan dua atau lebih isi kurikulum mata pelajaran yang memiliki hubungan   
               yang sangat dekat  sehingga membentuk mata pelajaran baru, seperti: Biologi
               dengan Kimia menjadi Biokima atau Biogenetik; Geologi dengan Geografi, Botani,
               dan Archeologi menjadi Earth Science
4.         Pendekatan bidang studi (Broad fields approach)
Pendekatan bidang studi hampir sama dengan fusi, menyatu beberapa isi mata   
               pelajaran yang mempunyai kaitan yang sangat erat, dalam bentuk unit-unit bahan
               ajaran yang sudah terintegrasi. Dalam studi sosial atau IPS yang mengabungkan  
               materi Sejarah, Geografi, Ekonomi, di SD memunculkan unit-unit bahan ajaran:
               transfortasi, pariwisata, lalulintas, transmigrasi, banjir. Pada jenjang pendidikan   
               menengah dan tinggi, pendekatan bidang studi melahirkan studi-studi   
               interdisipliner.
       4.     Pendekatan masalah social (Social problems approach)
               Dalam bidang Humanitas digunakan pendekatan-pendekatan masalah sosial. Isi   
               kurikulum terdiri atas sejumlah unit masalah sosial.
       5.    Pendekatan akuntabilitas (Accountability Approach)
               Pendekatan ini banyak digunakan dalam pendidikan pelatihan. Untuk menjamin  
               efisiensi dan efektivitas pendekatan akuntabilitas menerapkan pendekatan sistem
               yang disebut teknologi instruksional. Bahan ajar lebih nampak sebagai kemampuan
               atau kompetensi yang harus dikuasai siswa, yang disusun secara sistematis.
        6.    Pendekatan terpadu (Integrated Approach)
               Bahan ajar disusun secara terpadu dalam tema-tema, Tema-tema tersebut dapat    
               berupa aspek-aspek kehidupan, kegiatan, masalah, ataupun, kemapuan yang akan
               dikembangkan.
G.  Proses
Ada 5 Tahapan Design Kurikulum
Menurut Rabilotta ada 5 tahapan sistematis yang harus dilalui untuk mendapatkan Disain Kurikulum yang sukses. Untuk memastikan Disain Kurikulum yang solid dan relevan, dalam setiap fase dari proses tersebut terdapat pertanyaan-pertanyaan kunci yang bisa diajukan untuk membantu mengumpulkan informasi yang benar.
1. Fase Pertama:
Biasanya inisiatif bermula dari seorang pemimpin senior. Adapun pernyataan awal dari kebutuhan-kebutuhan training dan cakupan proyek pendahuluan.
• Apakah yang menjadi visi dari proyek ini?
• Siapa yang menjadi target pendengar/ peserta?
2. Fase Kedua:
Mengidentifikasi kebutuhan bisnis masa sekarang dan yang akan datang sehingga training biasa didisain untuk mendukung kebutuhan-kebutuahan tersebut.
• Apakah yang menjadi tujuan bisnis utama untuk organisasi ini sekarang dan
dalam sekian tahun yang akan datang?
• Kinerja seperti apa yang akan dibutuhkan oleh para karyawan untuk dapat
merealisasikan tujuan-tujuan tersebut?


3.Fase  Ketiga :
Hasilnya: Sebuah pernyataan tentang pengetahuan (knowledge),
keterampilan-keterampilan (skills) dan prilaku-prilaku (behaviors) to mencapai visi, misi dan rencana operasi stategis organisasi. Hasil-hasil ini bisa didapat dengan pengembangan pernyataan-pernyataan kompetensi atau praktek-praktek
terbaik oleh karyawan-karyawan yang mempunyai prestasi yang tinggi.
• Apakah hasil yang paling penting yang Anda raih dalam jabatan ini, dalam enam
   bulan terakhir?
• Gambarkan bagaimana anda meraih hasil? Apakah langkah yang Anda ambil?                    Mengapa?
Tiga Fase awal dari Proses Disain Kurikulum memfokuskan pada pemgumpulan
informasi         tentang organisasi di masa depan.
4. Fase Keempat:
  Pada fase keempat dilakukan sebuah analisa tentang keterampilan yang dimiliki
   karyawan saat ini.
• Bagaimana kemampuan yang dipunyai karyawan untuk mencapai kinerja dibandingkan
dengan kompetensi yang sudah ditetapkan?
• Pelatihan apakah yang ditawarkan saat ini, yang merupakan respon untuk
mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan kinerja?
Secara keseluruhan Disain Kurikulum adalah suatu proses untuk mengisi kesenjangan ini.
5. Fase kelima:
Sebuah laporan kebutuhan-kebutuhan yang dibuat dari data-data yang telah
dikumpulkan. Sebuah kurikulum pelatihan dirancang dan ditinjau untuk memastikan
disain yang sesuai target.
• Apakah kurikulum yang diajukan merupakan suatu respon yang sesuai
kebutuhan-kebutuhan kinerja/bisnis?
• Apakah cara yang paling efektif untuk mengajarkan keterampilan dan kompetensi
yang telah teridentifikasi?
H.       Evaluasi
   Untuk menilai kebaikan dari suatu kurikulum diadakan evalausi kurikulum suatu
evaluasi yang baik dilakukan secara komprehensif, mencakup semua langkah kegiatan dan komponen kurikulum, mulai dari dokumen kurikulum, pelaksanaan, hasil yang telah dicapai, fasilitas penunjung serta para pelaksana kurikulum.
Ada beberapa model evaluasi kurikulum. Provous mengembangkan model diskrepansi (Diskrepanci model) menilai deskrepansi atau kesenjangan antara yag diharapkan dengan yang dilaksanakan. Stake mengembangkan model kontigensi-konrensi (Contigency-Congruency model). Model ini ada prinsipnya juga membandingkan yang diharapkan dengan yang dilaksanakan, tetapi selanjutnya para pelaksana kurikulum membuat rancangan untuk harapan dan pelaksanaan tersebut, sehingga kongruen dengan kegiatan     belajar siswa.
Stufflebeam mengembangkan model CIPP atau Context, Input, Process dan Poduct. Evaluasi ini bersifat menyeluruh, seluruh komponen dari kurikulum dievaluasi, mulai dari Context atau tujuan dalam keterkaitannya dengan tuntutan masyarakat atau lapangan; Input
 atau masukan yaitu siswa sebagai subyek yang belajar, guru sebagai subyek yang mangajar, desain kurikulum sebagai rancangan pembelajaran, media dan sarana-prasana sebagai alat bantu pengajar; proses atau aktivitas siswa belajar dengan arahan, bantuan dan dorongan dari guru, product atau hasil, baik hasil yang dapat dilihat dalam jangka pendek apada akhir pendidikan atau hasil jangka panjang setelah bekerja atau belajar pada jenjang yang lebih tinggi.
I.        Contoh Desain Kurikulum
Lembar Pengesahan
Tim Penyusun
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Lampiran
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Landasan Penyusunan KTSP
C. Tujuan Penyusunan KTSP
D. Prinsip Pengembangan KTSP
BAB II VISI, MISI, DAN TUJUAN
A. Visi
B. Misi
C. Tujuan
BAB III STRUKTUR DAN MUATAN KURIKULUM
A. Struktur Kurikulum
B. Muatan Kurikulum
1. Mata Pelajaran
2. Muatan Lokal
3. Kegiatan Pengembangan Diri
4. Kegiatan Pembiasaan
5. Pengaturan Beban Belajar
6. Ketuntasan Belajar
7. Kriteria Kenaikan Kelas
8. Kriteria Kelulusan
BAB IV KALENDER PENDIDIKAN
BAB V PENUTUP
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Contoh Silabus ( Dokumen terpisah )
2. Contoh RPP ( Dokumen terpisah )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar